Sidang Perdana, Mantan Gubernur Bengkulu Didakwa Gratifikasi Rp 30 M untuk Pilkada 2024

Sidang Perdana Mantan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah-Windi/RADAR BENGKULU-
RADAR BENGKULU – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu resmi menggelar sidang perdana kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang melibatkan mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah (Sekda) nonaktif Isnan Fajri, dan ajudan gubernur Evriansyah alias Anca. Ketiganya didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas tindakan sistematis mengumpulkan dana ilegal senilai Rp 7,2 miliar dari Aparatur Sipil Negara (ASN) dan gratifikasi mencapai Rp 30 miliar, termasuk dolar Singapura dan Amerika, untuk kepentingan Pilkada 2024.
Sidang yang dipimpin Majelis Hakim Paisol, SH, MH, pada Senin, 21 April 2025 ini mengungkap kronologi terstruktur pemerasan ASN sejak Rohidin memutuskan mencalonkan diri kembali sebagai gubernur.
Dakwaan menjerat ketiganya dengan Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 UU No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2021, serta Pasal 55 dan 65 KUHP. Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
JPU KPK, Ade Azharie dan Agus Subagya, memaparkan, Rohidin memulai aksinya dengan menggelar pertemuan tertutup di ruang kerjanya bersama Isnan Fajri pada awal 2023. Dalam pertemuan itu, Rohidin menyatakan niatnya maju di Pilkada 2024 dan meminta dukungan dana dari ASN.
BACA JUGA:PAN Bengkulu Siap Wujudkan Program Kerja Bantu Rakyat dan Target Empat Besar di Pemilu 2029
BACA JUGA:Kasus Diare Tembus 2.838, Dinas Kesehatan Imbau Warga Jaga Sanitasi Lingkungan
"Terdakwa Rohidin meminta bantuan kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk membantu biaya kampanye," tegas Ade.
Menurut JPU, praktik pemerasan ini dimulai pada pertengahan 2024, saat Rohidin menyatakan niatnya untuk mencalonkan diri kembali sebagai Gubernur Bengkulu.
Ia kemudian menginstruksikan Isnan Fajri dan Evriansyah untuk mengumpulkan dana dari pejabat eselon II, III, IV, kepala sekolah, serta pengusaha lokal. Dana tersebut dikumpulkan dengan dalih untuk mendukung kampanye Pilkada.
"Para pejabat yang enggan memberikan dana diancam akan dicopot dari jabatannya," ujar JPU dalam persidangan.
Beberapa kepala dinas, seperti Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Kepala Dinas PUPR, dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, disebut memberikan dana dalam jumlah besar untuk menghindari ancaman tersebut.
Selanjutnya, Rohidin melalui Evriansyah menginstruksikan eselon II hingga IV, bahkan kepala sekolah, untuk menyerahkan dana sukarela. Dokumen bukti berupa file Excel di komputer Evriansyah mencatat detail penerimaan uang, termasuk dari pengusaha lokal.
BACA JUGA:Berkat Pemberdayaan BRI, Pengusaha Batik Tulis Ini Bawa Warisan Budaya ke Pasar Global
BACA JUGA:Semakin Ramah Pengguna, Super App BRImo Kini Tersedia dalam Dua Bahasa