APBD Provinsi Bengkulu Defisit Rp 368,78 Miliar, Pengelolaan Anggaran Dikritisi
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Bengkulu, Mohamad Irfan Surya Wardana--
RADAR BENGKULU – Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bengkulu menghadapi tantangan besar di penghujung tahun 2024. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Bengkulu, Mohamad Irfan Surya Wardana mengungkapkan defisit anggaran sebesar Rp 368,78 miliar hingga 30 November 2024.
“Pendapatan daerah tercatat sebesar Rp 8,9 triliun, sedangkan belanja daerah mencapai Rp 9,2 triliun. Ini menunjukkan defisit sebesar Rp 368,78 miliar,” kata Irfan dalam rilis kinerja APBN-APBD Bengkulu.
Pendapatan daerah Bengkulu terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pendapatan transfer. Namun, pencatatan pendapatan transfer memunculkan persoalan serius. Dari total dana transfer sebesar hampir Rp 10 triliun, yang tercatat hanya Rp 8,1 triliun.
Menurut Irfan, kesenjangan ini disebabkan mekanisme penyaluran langsung dana transfer seperti dana BOS untuk sekolah, dana BOK untuk Puskesmas, dan transfer ke desa. Dana-dana ini tidak melalui kas daerah, sehingga tidak tercatat penuh dalam laporan pemerintah daerah.
BACA JUGA:Vonis Terlalu Ringan, Kejaksaan Agung Ajukan Banding
BACA JUGA:RSUD M. Yunus Pastikan Pasien BPJS Tidak Lagi Disuruh Beli Obat di Luar
“Kami memahami ini hanya soal pencatatan. Namun, ke depannya perlu ada koordinasi lebih baik agar laporan pendapatan transfer mencerminkan angka yang sebenarnya,” tambahnya.
Selain persoalan transfer, PAD Bengkulu mengalami penurunan signifikan. Irfan menilai, salah satu penyebabnya adalah keterlambatan pemerintah daerah dalam menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
“Keterlambatan penerbitan Perda PDRD mengganggu legalitas pemungutan pajak dan retribusi. Akibatnya, realisasi PAD tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya,” jelasnya.
Dari sisi belanja, mayoritas anggaran digunakan untuk belanja operasional. Seperti gaji pegawai dan biaya rutin, yang mencapai 72 persen dari total belanja. Di sisi lain, alokasi untuk belanja modal yang berpotensi meningkatkan investasi daerah hanya 14 persen.
“Struktur belanja seperti ini harus dievaluasi. Pemda perlu lebih efisien dan efektif dalam menyusun anggaran. Terutama untuk meningkatkan belanja modal yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah,” ujar Irfan.
Ia juga mengingatkan, sisa waktu yang tinggal satu bulan di akhir tahun menjadi tantangan untuk menyerap sisa belanja modal yang belum terealisasi. Keterlambatan ini dapat menghambat berbagai program pembangunan strategis.
BACA JUGA:Siap - Siap, Hasil Seleksi PPPK Tahap I Segera Diumumkan
BACA JUGA:Tahun 2025, Pemkab BS Siap Sukseskan Program Makan Bergizi Gratis