Sementara itu, menurut Sobandi, secara regulasi prosedur ekseksui jaminan fidusia yang sudah ada saat ini harus dipermudah dan disimplifikasi. “Seringkali dari regulasi yang sudah ada mempersulit upaya penagihan maupun proses eksekusi jaminan fidusia. Bahkan ada pelaku profesi penagihan yang dihakimi oleh warga karena melakukan penagihan, ini menunjukkan adanya kelemahan secara regulasi yang menyebabkan lembaga pembiayaan mengalami kesulitan dalam penagihan,” tutur Sobandi.
Namun, perlu menjadi catatan bahwa ketika kepentingan hukum dilindungi, maka perlu diimbangi juga dengan tindakan penagihan oleh lembaga pembiayaan dengan tetap memperhatikan kepentingan perlindungan konsumen.
Dari sudut pandang akademisi yang disampaikan oleh Pakar Hukum Jaminan Fidusia Universitas Diponegoro, Siti Malikhatun Badriyah, pada dasarnya prosedur penagihan dan pengamanan unit jaminan fidusia dapat dilakukan dengan adanya sertifikat jaminan fidusia.
“Sertifikat jaminan fidusia memiliki kekuatan eksekutorial, namun, perlu diperhatikan keabsahan dari jaminan fidusia itu sendiri yang meliputi dua tahap, yakni pembebanan dan pendaftaran jaminan fidusia,” tutur Siti sembari menjelaskan bahwasanya sertifikat ini ditandatangani oleh pihak debitur maupun kreditur, sehingga berlakunya asas asas hukum penjaminan yang ada di dalam pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kegiatan ini mendapatkan respon positif dari seluruh peserta FGD, sehingga melalui acara tersebut diharapkan dapat memeberikan pemahaman dan kesadaran bagi seluruh pemangku kepentingan akan kehadiran suatu bentuk kebijakan atau regulasi yang berimbang terkait dengan proses eksekusi jaminan fidusia sesuai dengan Undang Undang Jaminan Fidusia yang melindungi kepentingan seluruh pihak yang terlibat.
Proses diskusi berlangsung hangat, di mana narasumber dengan lengkap dan detail memberikan jawaban dari pertanyaan audiens. Diskusi dan acara itu secara umum diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai upaya penagihan dan eksekusi jaminan fidusia.