RADAR BENGKUKULU, JAKARTA - Kebijakan cleansing guru honorer yang diterapkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta mendapat kritikan dari Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf.
Kebijakan ini menyebabkan ratusan guru honorer diberhentikan mendadak pada awal tahun ajaran baru ini.
Seperti dikutip dari laman DISWAY.ID, Disdik DKI melakukan cleansing sebagai tindak lanjut dari temuan BPK mengenai pengangkatan guru honorer yang tidak sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 62 Tahun 2022.
Dalam peraturan tersebut, guru honorer yang digaji melalui BOS harus memenuhi syarat. Diantaranya, bukan ASN, tercatat dalam Dapodik, memiliki NUPTK, dan belum mendapatkan tunjangan profesi guru.
Sedangkan untuk penerbitan NUPTK, guru harus mendapatkan rekomendasi Disdik. Sementara itu, Plt. Kadisdik Budi Awaluddin mengungkapkan bahwa pihaknya sejak 2017 tidak pernah melakukan pengangkatan guru honorer. Sehingga, guru honorer murni yang mengalami cleansing disinyalir diangkat langsung oleh kepala sekolah tanpa rekomendasi Disdik. Hal inilah yang dianggap melanggar aturan dan menjadi latar belakang dilakukan penataan guru honorer.
Meskipun demikian, sejumlah guru yang terdampak mengaku telah terdaftar di Dapodik dan memiliki NUPTK. Oleh karena itu, Dede meminta agar Kemdikbudristek menjadi fasilitator terhadap pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini.
"Kemendikbudristek harus segera mengklarifikasi dengan Dinas Pendidikan Jakarta," tegas Dede dalam keterangan tertulis, Jumat,19 Juli 2024.
BACA JUGA:Ini Sejarahnya Hari Anak Nasional
Politisi Fraksi Partai Demokrat itu meminta seluruh pihak yang bersangkutan duduk bersama untuk mencari solusi bagi nasib guru honorer yang diberhentikan, termasuk Pemda dan BPK.
Di sisi lain, diketahui sejumlah sekolah mengalami kekurangan tenaga pendidik, bahkan sebelum kebijakan cleansing ini diterapkan.
Ia pun mengingatkan agar Disdik turun ke lapangan untuk mengetahui alasan sekolah mengangkat guru honorer tanpa berkonsultasi dengan Disdik.
"Seharusnya Disdik juga bisa mencari tahu kenapa sekolah-sekolah mengangkat para guru honorer ini. Mungkin karena beban sekolah yang sudah terlalu besar sehingga membutuhkan tambahan guru yang belum bisa diakomodir oleh Pemerintah," tutur Dede.
Penyelesaian masalah ini juga sangat penting untuk segera dilakukan agar proses belajar peserta didik tidak terganggu. “Kebijakan cleansing guru honorer bisa menyebabkan kekurangan guru di sekolah yang pada akhirnya mengganggu proses belajar mengajar. Pada akhirnya anak-anak yang akan dirugikan. Apalagi ini baru memasuki tahun ajaran baru sekolah," tandasnya.
Lebih lanjut, Dede menilai bahwa pemecatan guru honorer dengan istilah cleansing ini sangat kasar dan tidak sesuai dengan komitmen pemerintah untuk memperbaiki nasib guru honorer berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2023. "Seharusnya nasib tenaga honorer, termasuk guru honorer, bisa membaik. Bukan justru mengalami kemunduran," tukasnya.