Sebagaimana diketahui, konflik antara masyarakat Bengkulu Utara dan PT Agricinal memanas seiring dengan perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan tersebut. Masyarakat sekitar merasa kecewa karena PT Agricinal dianggap mengingkari janji untuk melepaskan sebagian lahan mereka untuk fasilitas umum (Fasum).
Janji pelepasan lahan ini sudah lama disampaikan oleh pihak perusahaan sebagai bentuk kontribusi sosial mereka. Namun, hingga saat ini, janji tersebut tidak kunjung direalisasikan.
Tak hanya itu, PT Agricinal juga diduga mengabaikan kewajibannya terhadap lahan plasma untuk desa-desa penyangga. Lahan plasma yang seharusnya diberikan kepada masyarakat sebagaimana yang merupakan bagian dari kemitraan perkebunan, nyatanya tidak direalisasikan.
BACA JUGA:Mukomuko Susun Rencana Kontingensi Bencana Gempa dan Tsunami, Panduan Kebijakan Kebencanaan
BACA JUGA:M Soleh Mundur, Golkar Bergabung dengan Koalisi
Masalah semakin rumit dengan dugaan bahwa perpanjangan HGU PT Agricinal masuk ke dalam Kawasan Hutan Lindung (HL) Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan Cagar Alam.
Konflik terbaru terjadi di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS), di mana terjadi saling klaim kepemilikan tanaman antara masyarakat dan PT Agricinal. Padahal, lahan tersebut telah dinyatakan status quo oleh pihak berwenang.