Khatib: Prof. Dr. Zubaedi M. Ag M. Pd
Disampaikan di : Masjid Raya Baitul Izzah, Jalan Raya Pembangunan Kelurahan Padang Harapan Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu
Khutbah I
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، وَلِلهِ الْحَمْدُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَرَحْمَتُهُ الْمُهْدَاةُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أما بعد، فَأُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، قَالَ تَعَالَى: إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ، اُدْخُلُوْهَا بِسَلَامٍ آمِنِينَ (الحجر: ٤٥-٤٦)
Ma’asyiral muslimin hafidhakumullah,
Marilah dalam kesempatan mengawali bulan Syawal 1445 H/2024 M ini, kita bersama-sama meningkatkan takwa kita kepada Allah ﷻ dengan senantiasa melaksanakan segala perintahnya dan berusaha secara maksimal meninggalkan segala larangan-Nya. Dengan bekal takwa inilah, semoga kelak kita menjadi penghuni surga. Amin ya rabbal ‘alamin.
Rasa sedih pagi ini kita sangat terasa dengan perginya bulan Ramadan. Begitu pula rasa bahagia itu hadir karena Allah masih memberikan kita umur panjang, sehingga mampu menyelesaikan ibadah selama Ramadan hingga menjumpai malam lailatul qadr. Hadirnya bulan Syawal kali ini tentunya menjadi sebuah renungan bagi kita agar semangat ibadah Ramadan tidak hilang.
Hari ini merupakan hari yang istimewa. Karena seluruh umat Islam berada pada puncak kemenangan. Yakni Hari Raya Idul Fitri. Hari raya yang menjadi hadiah bagi umat Islam, karena telah menjalankan puasa Ramadan satu bulan lamanya. Saking mulianya, Allah mengharamkan kita berpuasa di hari ini.
Sebelumnya juga kita diwajibkan menunaikan zakat fitrah kepada 8 golongan. Salah satunya adalah fakir miskin. Tidak lain supaya mereka juga dapat menikmati Hari Raya Idul Fitri dengan penuh keberkahan.
Sejak tadi malam telah berkumandang alunan suara takbir, tasbih, tahmid dan tahlil sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas kemenangan besar yang kita peroleh setelah menjalankan ibadah puasa Ramadan selama satu bulan penuh. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَلِتُكْمِلُوااْلعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُاللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ ولَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Rasulullah SAW bersabda: زَيِّنُوْا اَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيْر
“Hiasilah hari rayamu dengan takbir.” Takbir kita tanamkan ke dalam lubuk hati sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah SWT sedangkan selain Allah semuanya kecil semata. Allah Swt memberikan dorongan kepada umat Islam agar selalu mengingat kebesaran Allah dengan bertakbir khusus menyambut Idul Fitri dan Idul Adha. Orang bisa merasakan hakikat takbir jika sudah mendapat hidayah dari Allah. Adapun kalimat tasbih dan tahmid, kita tujukan untuk mensucikan Tuhan dan segenap yang berhubungan dengan-Nya. Tidak lupa puji syukur juga kita tujukan untuk Rahman dan Rahim-Nya yang tidak pernah pilih kasih kepada seluruh hambanya.
Sementara tahlil kita lantunkan untuk memperkokoh keimanan kita bahwa Dia lah Dzat Yang Maha Esa dan Maha Kuasa. Seluruh alam semesta ini tunduk dan patuh kepada perintah-Nya.
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar,
Syawal adalah bulan bahagia, gembira, dan bersama. Ketiga hal tersebut hanya akan terwujud apabila kita mengutamakan rasa persaudaraan, kekeluargaan dan saling peduli. Setelah selama bulan Ramadan kita dilatih untuk menahan diri, maka Idul Fitri menjadi identitas kemenangan umat Islam setelah berhasil lulus dari ujian pengekangan hawa nafsu.
Sungguh Maha Benar Allah yang telah mensyariatkan zakat fitrah di penghujung bulan Ramadan sebagai bentuk amalan sosial kita setelah sebulan kita berfokus beribadah kepada Allah SWT. Ini tentunya merupakan pelajaran berharga bahwa persaudaraan dan kepedulian sesama merupakan hal yang teramat penting bagi setiap pribadi muslim.
Maka wajar sekali jika umat Islam merasa bergembira. Setelah itu, umat Islam menjalin kebersamaan dalam suasana kefitrian atau kesucian diri dan kemudian berkumpul bersama keluarga. Disitulah lahir suasana kekeluargaan yang sangat akrab. Berdasar pada pola semangat beridul fitri juga lahir jiwa kepedulian karena sebelumnya umat Islam diwajibkan menunaikan zakat fitrah—sebagai amalan kepedulian sosial.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ
Hadirin rahimakumullah
Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran Idul Fitri merupakan momentum untuk mempererat tali silaturahim, yakni menjalin kasih sayang. Karena silaturahim berasal dari bahasa Arab. Silah artinya jalinan atau hubungan dan rahmah/rahmi adalah kasih sayang.
Maka dari itu, sudah sepantasnya kita meminta maaf kepada kedua orang tua, saudara, tetangga, dan masyarakat di sekitar kita. Baik dari dosa dan kesalahan yang disengaja maupun yang tidak disengaja.
Masuklah ke rumah-rumah mereka, orang tua, saudara dan tetangga. Karena hal tersebut menandakan kita adalah makhluk sosial di masyarakat. Bukan makhluk individual yang hidup sendiri di hutan belantara. Hal seperti inipun mungkin hanya bisa kita lakukan satu tahun sekali ketika Hari Raya Idul Fitri. Jangan sampai kita memiliki sifat egoisme dan sombong, bahwa menganggap tidak mempunyai dosa dan kesalahan kepada orang lain, sehingga enggan meminta maaf kepada orang lain, atau silaturahim ke rumah saudara dan tetangga kita.
Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat idul Fitri rahimakumullah
Hari raya idul fitri dalam Islam selain dikenal dengan hari yang sangat agung, juga menjadi hari yang sangat dinanti-nanti kaum muslimin seluruh dunia, sebab pada hari ini Allah memberikan anugerah yang sangat banyak kepada kita semua, tidak hanya berupa pahala atas ibadah yang kita lakukan selama ini, namun Allah juga mengampuni semua dosa-dosa yang ada dalam diri kita. Berkaitan dengan penjelasan di atas, Dalam salah satu haditsnya Rasulullah saw bersabda:
إِذَا كَانَ يُومُ الْفِطْرِ هَبَطَت الْمَلَائِكَةُ إِلَى الْأَرْضِ فَيَقُوْمُوْنَ عَلىَ أَفْوَاهُ السِّكَكِ يُنَادُوْنَ بِصَوْتٍ يَسْمَعُهُ جَمِيْعُ منْ خَلق اللهِ إِلَّا الْجِنَّ وَ الْإِنْسَ يَقُوْلُوْنَ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ اخْرُجُوْا إِلَى رَبٍّ كَرِيْمٍ يُعْطِي الْجَزِيْلَ وَ يَغْفِرُ الذَّنْبَ الْعَظِيْمَ فَإِذَا بَرَزُوْا إِلَى مُصَلَّاهُمْ يَقُوْلُ الله لِمَلَائِكَتِهِ يَا مَلَائِكَتِي مَا جَزَاءُ الْأَجِيْرِ إِذَا عَمِلَ عَمَلَهُ؟ فَيَقُوْلُوْنَ: إِلَهَنَا أَنْ تُوْفِيَهُ أَجْرَهُ فَيَقُوْلُ: إِنِّي أُشْهِدُكُمْ أَنِّي قَدْ جَعَلْتُ ثَوَابَهُمْ مِنْ صِيَامِهِمْ وَقِيَامَهُمْ رِضَائِي وَمَغْفِرَتِي اِنْصَرِفُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ
Artinya, “Ketika hari raya idul fitri datang, para malaikat turun ke bumi. Kemudian mereka berhenti di sana seraya berseru yang suaranya didengar oleh seluruh makhluk kecuali jin dan manusia, mereka berkata, ‘Wahai umat Muhammad! Keluarlah kalian menuju Tuhan Yang Maha Mulia, yang memberikan pahala dan ampunan dosa besar’. Maka ketika kaum muslimin sampai pada tempat shalat mereka, Allah swt berfirman kepada para malaikat-Nya: ‘Wahai malaikat-Ku! Apakah balasan bagi orang jika telah selesai dari pekerjaannya?’ Para malaikat menjawab, ‘Tuhan kami, tentu ia diberikan upahnya’. Kemudian Allah berfirman, ‘Saksikanlah, bahwa Aku memberikan pahala dari puasa dan shalat mereka dengan keridhaan dan ampunan-Ku. Pulanglah kalian semua dengan ampunan untuk kalian.’ (HR. Anas bin Malik).
Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat idul Fitri rahimakumullah
Untuk dapat meraih persaudaraan dan perdamaian, dibutuhkan jiwa takwa. Melatih takwa selama bulan Ramadhan kemarin seakan sangat mudah. Dan hari ini tugas kita ditinggal Ramadhan adalah dengan tetap mempertahankan pola hidup penuh takwa itu.
Dalam kitab Taisirul Khallaq fi Ilmil Akhlaq disebutkan ada empat hal yang dapat menjadikan landasan hidup takwa: menjadi hamba Allah yang tidak sombong, menetapkan ihsan dalam kehidupan, mengingat kematian dan selalu beramal baik. Maka bagi orang yang bertakwa sangat mudah baginya berbagi kasih sayang dan menebar rasa persaudaraan.
Buah dari takwa, di dunia akan menjadi hamba Allah yang menerima ketetapan Allah, selalu mengingat Allah, berjiwa baik dan berusaha memanusiakan manusia dengan kasih sayang. Sebab takwa yang dimilikinya akan mudah mendorong memuliakan anak kecil dan menghormati orang dewasa. Bekal takwa juga ikut mengetahui posisinya sebagai orang yang berakal (‘aqil) yang harus mengedepankan kebaikan dan kebijaksanaan.
Sedangkan buah dari takwa di akhirat kelak akan selamat dari siksa api neraka dan bahagia hidup di surga dengan penuh kemuliaan, sebagaimana firman Allah ﷻ Surat An Nahl ayat 128:
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوا وَالَّذِينَ هُم مُحْسِنُونَ
Artinya: Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan, (QS an-Nahl: 128).
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar,
Hikmah dari Hari Raya Idul Fitri ini tentunya dapat dijadikan sebuah ‘ibrah bersama tentang pentingnya persaudaraan. Saat takbir berkumandang, manusia sadar betul bahwa dirinya tidak berdaya. Manusia mengakui bahwa dirinya maha kecil dan hanya Allah yang Maha Besar. Takbir dapat menghapus kesombongan dan keangkuhan manusia.
Ketika kesombongan dan keangkuhan itu hilang, maka sangat mudah untuk saling bermaaf-maafan yang ditujukan untuk menguatkan rasa cinta dan saling bersaudara. Semua saling ikhlas berjabat tangan dan memaafkan. Kalau itu dapat dipertahankan, maka kesucian Ramadan itu akan tetap terjaga dengan baik.
Jika dihayati secara baik, ada dua pesan Rasulullah ﷻ kepada Sayyidina Ali karramallahu wajhah saat bulan suci Ramadhan dan Syawal sebagaimana termaktub dalam kitab Washiyyatul Musthafa:
Pertama, saat Ramadan Nabi meminta agar bepuasa dengan meninggalkan semua keharamannya. Hasilnya adalah surga. Dan kedua, ketika memasuki bulan Syawal, disunnahkan berpuasa enam hari sebagai ibadah terusan Ramadan. Dan hasil dari pahalanya sama dengan puasa selama satu tahun.
Dua nasihat Rasulullah saw itu mengandung empat makna yang dapat kita jalankan selama hidup:
Pertama, menghormati bulan suci Ramadan dengan amalan shalih. Kedua, tetap menjaga kesucian bulan Syawal dengan puasa sunnah. Ketiga, selalu beramal shalih setiap saat. Dan keempat, tidak merubah pola hidup di luar bulan Ramadan.
Oleh karena itu, ada tiga pesan dan kesan Ramadan yang sudah semestinya kita pegang teguh bersama.
Pesan pertama, Ramadan adalah pesan moral atau tahdzibun nafsi.
Artinya, kita harus selalu mawas diri pada musuh terbesar umat manusia, yakni hawa nafsu sebagai musuh yang tidak pernah berdamai. Rasulullah SAW bersabda: Jihad yang paling besar adalah jihad melawan diri sendiri.
Di dalam kitab Madzahib fît Tarbiyah diterangkan bahwa di dalam diri setiap manusia terdapat nafsu/naluri sejak ia dilahirkan. Yakni naluri marah, naluri pengetahuan dan naluri syahwat. Dari ketiga naluri ini, yang paling sulit untuk dikendalikan dan dibersihkan adalah naluri Syahwat.
Kita dituntut dapat mengendalikan tiga sifat berpotensi untuk mencelakakan manusia: sifat kebinatangan (بَهِيْمَةْ) dengan tanda-tandanya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tanpa rasa malu; sifat buas (سَبُعِيَّةْ) dengan tanda-tandanya banyaknya kezhaliman dan sedikit keadilan dan sifat syaithaniyah dengan tanda-tandanya mempertahankan hawa nafsu yang menjatuhkan martabat manusia. Sebaliknya dituntut perlu mengaktualisasikan sifat rububiyah (رُبُوْبِيَّةْ); ditandai dengan keimanan, ketakwaan dan kesabaran yang telah kita bina bersama-sama sepanjang bulan Ramadhan. Orang yang dapat dengan baik mengoptimalkan sifat rububiyah di dalam jiwanya niscaya jalan hidupnya disinari oleh cahaya Al-Qur'an, prilakunya dihiasi budi pekerti yang luhur (akhlaqul karimah). Selanjutnya, ia akan menjadi insan muttaqin, insan pasca Ramadhan, yang menjadi harapan setiap orang. Insan yang dalam hari raya ini menampakkan tiga hal sebagai pakaiannya: menahan diri dari hawa nafsu, memberi ma`af dan berbuat baik pada sesama manusia sebagaimana firman Allah:
وَاْلكَاظِمِيْنَ اْلغَيْظَ وَاْلعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ اْلمُحْسِنِيْنَ
"…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS Ali Imran: 134)
Jama`ah Idul Fithri yang berbahagia
Pesan kedua ramadhan adalah pesan kepedulian, kepekaan dan kedermawanan sosial. Pesan sosial Ramadhan ini terlukiskan dengan indah justru pada detik-detik akhir Ramadhan dan gerbang menuju bulan Syawwal. Dimana, ketika umat muslim mengeluarkan zakat fithrah kepada ashnafuts tsamaniyah (delapan kategori kelompok masyarakat yang berhak menerima zakat), terutama kaum fakir miskin tampak bagaimana tali silaturrahmi serta semangat untuk berbagi demikian nyata terjadi. Ibadah Puasa dengan seluruh rangkaian ibadah sunnahnya pada Ramadhan pada tahun ini seyogyanya menjadi momentum berharga dalam memupuk dan memperkuat semangat kedermawan kita. Sebagai seorang muslim, sepanjang hayat kita seharusnya terpanggil sebagai aktor aktif mengatasi problem kemiskinan ini dengan menggelorakan semangat berderma serta aktif membangkitkan kesadaran untuk berbagi (thanks giving/futuwwah). Hal ini mengingat misi ajaran Islam adalah memberikan solusi terhadap segala problem masyarakat.
Islam mengajarkan bahwa kedermawanan adalah cerminan kualitas iman dan Islam. Bahwa kadar kualitas iman dan Islam seseorang dibuktikan dengan sifat Ihsan berupa: amal soleh dan kesalehan sosial. Sifat dermawan menjadi salah satu sifat yang terpuji yang harus dipraktekkan oleh seseorang yang mengaku muslim, mu’min dan muhsin.
Menurut Prof Dr. Wahbah Az-Zuhaili (Ulama Fiqih Kontemporer Internasional), ada beberapa keutamaan bagi seseorang yang memiliki sifat dermawan. Pertama, Kedermawanan akan mengantarkan masuk surga. Kedua, sifat dermawan merupakan salah satu ciri-ciri para kekasih Allah SWT. Ketiga, orang dermawan adalah pembesar (sayyid) kaumnya dan juga mahkota bagi kelompoknya. Keempat, Allah akan menghapus dosa orang yang dermawan.
Nabi bersabda, “Seorang sakhi (dermawan) dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga, dan jauh dari neraka. Sedangkan orang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka.”
Dalam bidang sifat kedermawanan kita patut berbangga. Indonesia menempati rangking 1 dari 10 Negara Paling Dermawan di Dunia Versi Charities Aid Foundation (2023). Badan amal asal Inggris, Charities Aid Foundation (CAF), merilis daftar negara yang dinilai paling dermawan dalam laporan World Giving Index 2023.Penilaian tersebut berdasarkan hasil survei yang melibatkan 147.186 responden dari 142 negara pada 2022.
Aspek perilaku yang disurvei dan menjadi indikator penilaian utama adalah: pengalaman membantu orang tak dikenal, donasi uang untuk amal, serta kesediaan meluangkan waktu menjadi sukarelawan.
Jawaban positif dalam survei ini kemudian dihitung secara rata-rata per negara, dan dirumuskan ke dalam skor indeks berskala 0-100. Skor tinggi mencerminkan ada banyak penduduk di suatu negara yang terlibat dalam kegiatan amal, begitu pula sebaliknya.Dengan metode penilaian tersebut, tahun ini Indonesia meraih skor 68 dari 100 poin, paling tinggi di antara 142 negara yang disurvei. ndonesia juga tercatat menjadi negara paling dermawan menurut indeks ini selama enam tahun berturut-turut. Jika dirinci indikatornya, pada 2023 Indonesia meraih 61% dalam aspek membantu orang tak dikenal, 82% dalam hal donasi uang, dan 61% dalam hal kesediaan menjadi relawan.
Jama`ah Idul Fithri yang berbahagia
Pesan ketiga ramadhan adalah pesan jihad. Jihad yang dimaksud di sini, bukan jihad dalam pengertiannya yang sempit; yakni berperang di jalan Allah akan tetapi jihad dalam pengertiannya yang utuh, yaitu:
بَذْلُ مَاعِنْدَهُ وَمَا فِى وُسْعِهِ لِنَيْلِ مَا عِنْدَ رَبِّهِ مِنْ جَزِيْلِ ثَوَابِ وَالنَّجَاةِ مِنْ اَلِيْمِ عِقَابِهِ
"Mengecilkan arti segala sesuatu yang dimilikinya demi mendapatkan keridhaannya, mendapatkan pahala serta keselamatan dari Siksa-Nya."
Pengertian jihad ini lebih komprehensif, lebih luas, karena yang dituju adalah mengorbankan segala yang kita miliki, baik tenaga, harta benda, atapun jiwa kita untuk mencapai keridhaan dari Allah; terutama jihad melawan diri kita sendiri yang disebut sebagai Jihadul Akbar, jihad yang paling besar. Sebuah jihad yang didesain dan bergerak pada kemaslahatan masyarakat demi mencapai keridhaan Allah dan kemajuan ummat. Pengalaman pahit salah mengartikan jihad menjadikan Islam dipandang sebagai agama teroris. Padahal Islam sebenarnya adalah rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil alamin), agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kedamaian. Dalam konteks masyarakat Indonesia saat ini, jihad yang kita butuhkan adalah upaya mendukung terbangunnya sebuah sistem sosial yang bermartabat, berkeadilan dan sehatera yang bersendikan pada ketaatan kepada Allah. Jihad untuk mengendalikan hawa nafsu dari seluruh hal yang dapat merugikan diri kita sendiri, terlebih lagi merugikan orang lain.
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar, walillahil hamdu
Di antara amalan-amalan yang perlu dipertahankan setelah Ramadhan adalah menjaga persaudaraan yang oleh masyarakat Indonesia disebut dengan silaturahim. Banyak ragam acara yang bisa memperkuat tali silaturahim, misalnya: mudik (pulang kampung), berkunjung ke rumah keluarga, halal bi halal, reuni, sedekah, selametan, dan lain-lain.
Pentingnya silaturahim ini diabadikan oleh Rasulullah saw adalah haditsnya:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ والْيوم الآخِر فَلْيصلْ رَحِمَهُ وَمَنْ كانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ والْيوم الآخِر فليقل خيراً أوْ لِيَصْمُتْ
Dari hadits itu dapat diambil pelajaran bahwa untuk menjadi hamba Allah yang beriman membutuhkan tiga komitmen hidup: menghormati keluarga, menyambung tali silaturrahim dan selalu berbicara baik (atau lebih baik diam).
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar,
Dalam rangka menguatkan hidup saling bersaudara, Islam mengingatkan sebuah metode kehidupan sosial dengan menghormati lingkar masyarakat terdekat, yaitu tetangga. Jika bulan Syawal seperti ini, sudah tentu meminta maaf dan saling memberi maaf terpenting adalah kepada tetangga. Kemudian dilanjutkan dengan menyambung persaudaraan kepada semua lapisan masyarakat.
Dan indahnya, pesan Rasulullah saw ditambahkan dengan perlunya menjaga lisan agar selalu bertutur kata yang baik, agar tidak membuat orang lain sakit hati. Ini senada dengan sebuah pesan akhlak:
سَلَامَةُ اْلإنْسَانِ فِي حِفْظِ اللِّسَانِ
Artinya: Keselamatan seseorang itu ada pada lisannya.
Maka doa Nabi Ibrahim meminta pada Allah agar terjaga dari tutur kata yang baik—agar membuat orang semakin hidup sempurna, sebagai berikut:
وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ
Artinya: Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian (QS. Asy Syu’ara’: 84).
Begitu pentingnya lisan manusia sebagai modal penguatan persaudaraan. Dan hari ini lisan tidak hanya dimaknai mulut manusia saja, tetapi bisa luas menjadi informasi media sosial. Jangan sampai membuat/ menyebarkan berita hoaks karena itu juga bagian dari kejahatan lisan.
Dan jangan sampai umat Islam menjadi agen pemutus tali persaudaraan yang secara tegas dilarang oleh Rasulullah ﷻ. Penegasan bahaya memutus silaturahim ini juga ditulis oleh Syaikh Zainuddin Al Malibari dalam kitab Irsyadul ‘Ibad.
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar,
Ma’asyiral muslimin hafidhakumullah,
Kita baru saja melewati sebuah hajat besar yaitu Pemilu 2024. Kita baru saja memilih anggota parlemen dan pemimpin kita yakni presiden dan wakil presiden. Ada sebagian dari kita yang pilihannya menang, dan ada yang kalah.
Masih hangat di ingatan kita betapa seru dan menariknya perselisihan terkait hal ini yang seolah menjadi bumbu langganan tiap lima tahun sekali. Namun, itu sudah lewat, sudah menjadi masa lalu. Mari kita tatap masa depan. Perbedaan pandangan politik kita hendaknya tidak kemudian menjadikan alasan bagi kita untuk berpecah belah. Kepentingan bangsa ini jauh lebih tinggi ketimbang kepentingan elektoral seseorang atau sebagian kelompok.
Marilah kita kembali lagi kepada fitrah kita sebagai sebuah bangsa, yakni Bhinneka Tunggal Ika, meski berbeda, namun tetap satu jua.
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar,
Ma’asyiral Muslimin Jamaah ‘Id Rahimakumullah
Di akhir khutbah ini, marilah kita bersama memahami pentingnya penguatan hidup dengan saling bersaudara. Indonesia hari ini butuh persaudaraan sejati yang dimulai dari lingkup tetangga hingga bernegara. Dunia juga butuh persaudaraan dan perdamaian. Umat Islam perlu menjadi duta-duta damai setelah sukses dari ujian Ramadhan. Bulan Syawal juga menjadi waktu yang tepat untuk mengawali perbaikan diri kita agar semakin bertakwa dan baik terhadap sesama manusia. Amin.()
--
Kategori :