Kisah Fatmawati dan Bung Karno di Bengkulu (13), Fatmawati Berhenti Sekolah dan Bantu Orang Tua Berdagang

YAR- Waktu kecil dahulu Fatmawati sering bermain dan mandi di Pantai Malabro ini--

Fatmawati Berhenti Sekolah dan Bantu Orang Tua Berdagang Sayur di Kota  Curup 

 

OLEH: AZMALIAR ZAROS

RADAR BENGKULU - Kota Palembang yang panas dan ramai itu akhirnya ditinggalkan Fatmawati. Ia pindah ke Curup.

Kota yang terletak di pertengahan Jalan Lubuk Linggau dan Bengkulu itu hawanya sejuk. Disitu tumbuh sayuran segar. Ayahnya sekarang berjualan sayur-mayur di Kota Curup itu. Saat itu dia berumur 15 tahun.

Di Curup, orangtuanya menyewa rumah bergandeng. Tiap pagi ayahnya menjual sayur di pasar. Di sini, dia tidak melanjutkan sekolah lagi.

Ia hanya membantu orangtua di rumah. Ia mengisi waktu luang dengan belajar menyulam, membaca buku-buku dan tadarus Alquran setiap habis salat Maghrib.

Waktu itu tahun 1938. Perang dunia ke 2 satu tahun lagi akan meledak. Kolonialisme Belanda masih utuh berkuasa di seluruh tanah air, walaupun tanda-tanda mendekatnya perang Pasifik telah nampak yang meletus tahun 1941.

Walaupun berhenti sekolah saat pindah ke Palembang dan Curup, ia tidak dipinggit. Malah berkat kemajuan, ia dibawa oleh Muhammadiyah. Ia ikut berbagai kegiatan di masyarakat.

BACA JUGA:Diikuti 64 Tim Gubernur Cup Futsal Turnamen

BACA JUGA:Mendagri Minta Gubernur Bengkulu Memfasilitasi Pemeriksaan Kesehatan Bupati Kaur

BACA JUGA:Dukcapil Datangi Sekolah untuk Perekaman KTP-el Pelajar SMA/SMK Bengkulu

BACA JUGA:Saat Apel, Donasi untuk Palestina Terkumpul Rp 22 Juta Lebih

BACA JUGA:Soal Perbaikan Jalan, Dinas PUPR Tunggu Hasil Audit BPK

Seperti yang dulunya dirindukan RA Kartini bagi kaumnya. Cuma saja, karena kemampuan ekonomi, ia tidak ada biaya untuk melanjutkan sekolah, dalam kebebasan yang dirintis oleh Muhammadiyah itu.

Ia tak mau dan tak pernah membebani ayahnya untuk membayar uang sekolah. Ia pasrah kepada Tuhan soal nasibnya di belakang hari. Ia sayang kepada ayah dan ibunya itu.

Ayahnya yang jebolah sekolah guru itu setelah berhenti dari perusahaan Borsumy karena alasan politik memang tidak ada pekerjaan tetap lagi. Karena itu, ia lebih banyak berjuang untuk negara dan agama.

Pengorbanannya itu tidak ada jaminan sosial untuk kehidupan yang bisa diandalkan. Ia sering pindah dari rumah yang satu ke rumah yang lain.

Pindah dari satu kota ke kota lain. Ini menjadi nasib hampir seluruh angkatan yang terdidik di masa penjajah , apalagi kalau memilih atau terseret semangat perjuangan.

Fatmawati sendiri pada waktu itu tidak cukup tahu sebagai sesuatu hal yang menjadi ciri khas dalam masyarakat terjajah, meskipun ayah dan ibunya sepenuhnya mengabdi pada usaha perbaikan dan kemajuan agama dan masyarakat  demi untuk mengatasi tindakan kolonialisme.(bersambung)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan