Vonis Kasus Narkotika Kermin Siin Lebih Ringan dari Tuntutan JPU
Pengadilan Negeri Bengkulu menggelar sidang vonis terhadap terdakwa kasus penyalahgunaan narkotika, Kermin Siin, pada Kamis 16 Mei 2024 siang-Ist-
Terdakwa Sutrisno sendiri divonis bersalah dan dijatuhi hukuman pidana penjara 4 tahun 6 bulan serta denda Rp 1 miliar subsidair 1 bulan. "Lebih rendah dari tuntutan JPU," ujar kuasa hukum Sutrisno, Endah Rahayu Ningsih, didampingi Masda.
Menanggapi vonis hakim yang lebih ringan dari tuntutan JPU, Kasi Pidum Kejari Bengkulu, Denny, saat dikonfirmasi menyampaikan bahwa pihaknya masih menunggu salinan putusan dari hakim pengadilan negeri.
"Kami masih berkoordinasi dengan pimpinan tertinggi untuk menentukan sikap selanjutnya terhadap perkara ini dalam tempo 7 hari ke depan," kata Denny.
Dalam sidang sebelumnya, JPU Kejati Bengkulu menuntut Kermin dengan pidana 15 tahun penjara, Diki dengan 12 tahun penjara, dan Sutrisno dengan 5 tahun penjara. Mereka juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan penjara.
Dalam nota pembelaan atau pledoi, penasihat hukum Kermin, Dieke Meyrisa, menilai bahwa tuntutan 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar kepada kliennya terlalu tinggi. "Barang bukti dalam perkara ini tidak autentik," tegas Dieke.
Sementara itu, Kermin sendiri dalam persidangan memohon agar majelis hakim memberikan keringanan hukuman baginya.
Permintaan serupa juga disampaikan oleh dua terdakwa lainnya, Diki dan Sutrisno.
Kasus ini bermula dari penangkapan ketiga terdakwa oleh pihak berwajib setelah ditemukan barang bukti narkotika dalam jumlah besar.
Penyidik mengungkapkan bahwa barang bukti tersebut ditemukan dalam penguasaan ketiga terdakwa di tempat yang berbeda.
Perjalanan kasus ini penuh liku, dengan banyak argumen dari pihak penuntut dan pembela.
JPU mendesak hukuman maksimal karena dianggap sebagai pelaku utama dalam jaringan narkotika.
Sementara pembela berargumen bahwa keterlibatan terdakwa lebih kepada pemakai dan bukan pengedar.
Putusan majelis hakim yang lebih rendah dari tuntutan JPU memberikan sedikit kelegaan bagi para terdakwa dan keluarganya.
Namun, bagi pihak kejaksaan, putusan ini dianggap belum memenuhi rasa keadilan. Karena, ancaman dari penyalahgunaan narkotika sangat serius di masyarakat.
Kasus ini menunjukkan pentingnya peran penegak hukum dan pengadilan dalam menegakkan undang-undang narkotika dengan adil dan proporsional. Masyarakat berharap putusan ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak terkait pentingnya integritas dan transparansi dalam penegakan hukum. Serta, perlunya penanganan yang komprehensif terhadap permasalahan narkotika di Indonesia.