Hukum Sholat Kafarat Akhir Ramadhan, Berikut Penjelasan Buya Yahya dan UAS
salat kafarat tidak hanya bisa menggantikan salat yang ditinggalkan diri sendiri, tapi juga bisa menggantikan salat orang tua, anak, sanak saudara dan orang-orang terdekatnya-ist-
RADAR BENGKULU - Salah satu Jemaah Al Bahjah bertanya kepada ustadz kharismatik KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya tentang hukum kafarat atau salat al-bara’ah di hari Jumat terakhir Ramadhan.
Jamaah mengutip hadis Nabi bahwa salat kafarat dapat menggantikan salat yang ditinggalkan ratusan tahun.
Berdasarkan hadis-hadis yang diminta jamaah, salat kafarat tidak hanya bisa menggantikan salat yang ditinggalkan diri sendiri, tapi juga bisa menggantikan salat orang tua, anak, sanak saudara dan orang-orang terdekatnya.
Ia pun bertanya apakah benar demikian. Adakah shalat kafarat di hari Jumat terakhir Ramadhan yang mampu menggantikan shalat yang terbengkalai selama ratusan tahun?
BACA JUGA:Dua Spesialis Curanmor Diciduk
BACA JUGA:Tambah Libur Usai Lebaran, ASN Harus Siap - Siap Disanksi
Sebelum menjawab penjelasan hukumnya, Buya Yahya mengatakan, benar atau tidaknya shalat kafarat dilakukan dengan cara yang berbeda-beda.
Ada yang dikerjakan dengan empat rakaat sekali salam, 17 rakaat (misalnya shalat fardhu lima waktu) dan shalat dengan dua kali salam.
“Kalau shalat kafarat dengan satu tashahhud, satu jabat tangan dengan bacaan ini dan itu (surat tertentu di setiap rakaat), para ulama menjelaskan bahwa hadis itu tidak ada, tidak boleh,” kata Buya Yahya. Seperti dikutip dari YouTube Al Bahjah.
Fatwa Ulama tentang Sholat Kafarat Penjelasan Buya Yahya
Buya Yahya mengacu pada fatwa Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah bahwa amalan kafarat tidak boleh dan haram mutlak apapun pola kafaratnya.
Murid-muridnya seperti Syekh Zainuddin al-Malibari kembali merujuk pada fatwa Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab fiqih Irsyadul ‘Ibad.
Kemudian Abu Bakar Syatha, dosen Fathul Mu’in yang mengutip fatwa tersebut.”Tidak ada fatwa yang hakiki kecuali fatwa Ibnu Hajar al-Haitami yaitu dengan dalil,” ungkap Yahya.