Keunggulan Prabowo-Gibran Merupakan Realitas Politik di Indonesia yang Ingin Pilpres Sekali Putaran

Prabowo-Gibran Unggul Quick Count, M. Qodari: Inilah Realitas Politik Indonesia Ingin Pilpres Sekali Putaran-ist-

“Tentu pengaruh Pak Jokowi yang begitu besar dalam pilpres sekali ini di mana tingkat kepuasan pada Pak Jokowi 80 persen dan yang tidak puas 20 persen suara, yang tidak puas 20 persen ini kan ke Mas Anies yang puas itu tadinya ke Ganjar tetapi pelan-pelan makin banyak yang bergeser kepada Pak Prabowo, alasannya keberadaan Mas Gibran” jelasnya.

 

Kedua, lanjut Qodari, Ganjar dan PDI Perjuangan kerap menyerang Presiden Jokowi yang pada akhirnya membuat relawan dan pendukung Presiden Jokowi mengalihkan dukungannya dari awalnya ke Ganjar kini bermigrasi ke Prabowo.

 

“Mas Ganjar dan PDI selalu dan banyak menyerang Pak Jokowi, akhirnya para pecinta atau penggemar simpatisan Pak Jokowi melarikan suaranya kepada Prabowo. Dan kalau kita melihat gabungan suara Prabowo dan Mas Ganjar itu kan sekitar 75 persen, jadi gak jauh lah dari tingkat kepuasan sekitar 80 persen itu,” urainya.

 

Alasan ketiga, kata Qodari, aksi dari relawan Gerakan Sekali Putaran (GSP) yang bergerak di seluruh Indonesia mendapat sambutan positif dari masyarakat luas, ditambah gagasan ini juga turut didukung oleh elit partai, para relawan dan berbagai elemen lainnya.

 

“Yang berikutnya lagi adalah adanya gerakan sekali putaran yang saya pelajari dan dibantu oleh teman-teman relawan dan kemudian diikuti oleh partai politik dan alhamdulillah dukungan kepada gerakan sekali putaran ini atau pilpres sekali putaran itu luas dan semakin meningkat. Kita lihat bagaimana terakhir survei dari Lingkaran Survei Indonesia dan lembaga-lembaga lain menunjukkan mereka yang mau sekali putaran itu angkanya mencapai 80 persen,” ucapnya.

 

Dengan hasil ini, Qodari menyampaikan bahwa kemenangan Prabowo-Gibran sekali putaran adalah realitas suara mayoritas masyarakat yang menginginkan Pilpres 2024 ini selesai sampai 14 Februari saja.

 

“Inilah realitas pilihan politik masyarakat Indonesia, jangan di-frame pakai imajinasi, pakai fiksi atau imajinasi politik yang keluar dari realitas politik masyarakat Indonesia itu. Karena masyarakat Indonesia sebagai pemilik mandat kekuasaan tertinggi tentunya akan marah dan vis a vis itu akan berhadapan dengan rakyat,” ungkapnya.

 

“Jadi diterima sebagai sebuah realitas tentunya kita akan menunggu hasil resmi dari KPU tetapi balik lagi melihat pengalaman sebelumnya tentunya akan ketahuan hasilnya,” tambahnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan