Pemuda Mukomuko Amati Suasana Politik Daerah: Caleg Seperti Ini Tidak Bisa Diharapkan
Weri Tri Kusumaria, SH., MH Seorang Pemuda Mukomuko Amati Suasana Politik Daerah--
RADAR BENGKULU, MUKOMUKO - Seorang pemuda Kabupaten Mukomuko, Weri Tri Kusumaria, SH., MH mengamati suasana politik daerah, Kabupaten Mukomuko.
Katanya, untuk suasana persaingan Paslon Presiden-Wakil Presiden, isu yang dilontarkan para pendukung dan simpatisan masing-masing Paslon di Kabupaten Mukomuko cenderung lebih ringan dan santun.
"Tidak seperti pertarungan Jokowi vs Prabowo pada tahun 2014 dan 2019 lalu. Bahkan ada istilah agak kasar yang disematkan ke pendukung masing-masing Paslon. Kalau Pilpres kali ini lebih soft, lebih ringan," kata Weri.
Akan tetapi, untuk perpolitikan daerah, dalam hal ini pemilihan calon anggota legislatif DPRD Mukomuko, aroma politik uang masih kuat, bahkan sangat menyengat.
Anehnya, kata Weri, politik uang seakan menjadi jurus yang dihalalkan dalam hajat Pemilu. Padahal, politik uang jelas dilarangan dalam kontestasi politik.
Isu yang berkembang, ada Caleg yang menyiapkan ungan hingga miliaran rupiah untuk merebut 1 kursi DPRD Mukomuko. Siap membeli suara Rp 500 ribu persuara perorang.
"Dengan menyebar amplop Rp 500 ribu perkepala, dan Caleg itu menargetkan 2.000 suara, maka butuh modal lebih dari Rp 1 miliar ditambah operasional," beber Weri.
BACA JUGA:Pemdes Diimbau Anggarkan untuk Penanggulangan Kebakaran Serta Penanganan Sampah
BACA JUGA:Harga Cabai Bikin Pembeli Minta Ampun
"Pokoknya isu sekarang amplop Caleg itu Rp 200 ribu sampai Rp 500 ribu perkepala. Artinya, modal 1 kursi DPRD itu mencapai Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar," imbuhnya.
Ia khawatir, tingginya modal seorang Caleg merebut kursi wakil rakyat tingkat daerah ini, akan mempengaruhi kinerjanya sebagai anggota DPRD Mukomuko jika nanti terpilih.
Katanya, anggota DPRD yang terpilih dengan cara transaksional atau politik uang ditakutkan acuh dengan tugas. Sebab, ia bisa saja menganggap suara rakyat yang telah menghantarkannya ke kursi parlemen hasil membeli. Tidak ada beban tanggungjawab.
Tentu, lanjut Weri, Caleg yang seperti ini, Caleg yang melakukan politik uang tidak bisa diharapkan bakal menyuarakan kepentingan konstituen daerah pemilihannya.
"Kalau Caleg transaksional, pakai politik uang, ketika yang bersangkutan duduk masyarakat tentu saja tidak bisa berharap banyak. Karena satu suara yang didapat para Caleg tersebut memang hasil dari membeli, sehingga apabila mereka duduk di kursi DPRD tentu saja mereka tidak ada beban kepada masyarakat yang telah memilihnya," ujar Weri.