Amanah Kepemimpinan
Irham Hasymi, Lc. M.Pd--
Para Jamaah yang dimuliakan Allah SWT,
Jauh-jauh hari Rasulullah SAW telah mengingatkan umatnya agar berhati-hati terhadap ambisi berkuasa ini. Beliau bersabda yang artinya:
“Sungguh kalian akan berambisi terhadap kekuasaan, sementara kekuasaan itu berpotensi menjadi penyesalan dan kerugian pada hari kiamat.” (HR Bukhari).
Rasulullah SAW mengingatkan kaum muslim akan bahaya hubb ar-ri’âsah (cinta kekuasaan). Apalagi jika kekuasaan itu ternyata diraih dengan jalan manipulasi dan rekayasa.
Diantara bahaya tersebut adalah bisa mendatangkan kerusakan pada agama para pelakunya. Nabi SAW. bersabda yang artinya:
“Dua ekor srigala yang dilepas kepada seekor domba tidak lebih berbahaya bagi domba itu dibandingkan dengan ketamakan seseorang terhadap harta dan kedudukan dalam merusak agamanya.” (HR At-Tirmidzi)
Berkaitan dengan hadis diatas, Ibnu Rajab antara lain menjelaskan, “Sabda Nabi SAW. ini mengisyaratkan bahwa tidak akan selamat agama seseorang jika dia tamak terhadap harta dan kedudukan dunia.”
Jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah SWT,
Kekuasaan hakikatnya adalah amanah. Amanah kekuasaan ini bisa menjadi beban pemangkunya di dunia, sekaligus bisa mendatangkan siksa bagi dirinya diakhirat. Nabi SAW. bersabda yang artinya:
“Kepemimpinan itu awalnya bisa mendatangkan cacian. Kedua, bisa berubah menjadi penyesalan dan ketiga bisa mengundang azab dari Allah pada hari kiamat; kecuali orang yang memimpin dengan kasih sayang dan adil.” (HR Ath-Thabarani)
Bahkan Rasulullah mengingatkan kaum muslimin untuk tidak meminta-minta dan mengejar kepemimpinan sebagaimana pernah dia katakan dalam haditsnya yang artinya:
Abu Sa’id ‘Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku,
“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kekuasaan karena sesungguhnya jika engkau diberi kekuasaan tanpa memintanya, engkau akan ditolong untuk menjalankannya. Namun, jika engkau diberi kekuasaan karena memintanya, engkau akan dibebani dalam menjalankan kekuasaan tersebut.”
(Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 7146 dan Muslim no. 1652)