13 Perusahaan Sawit Diduga Serobot Hutan Bengkulu, Negara Diminta Tegakkan Hukum

13 Perusahaan Sawit Diduga Serobot Hutan Bengkulu, Negara Diminta Tegakkan Hukum--
RADAR BENGKULU – Duka hutan Bengkulu belum juga berakhir. Alih-alih dipulihkan, rimba di Bumi Rafflesia justru terus terkikis oleh gurita bisnis sawit. Terbaru, sebanyak 13 perusahaan perkebunan kelapa sawit terbukti melakukan aktivitas ilegal dengan merambah kawasan hutan tanpa izin atau tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Lebih ironis, belum satu pun tindakan hukum nyata yang dijatuhkan kepada para pelaku.
Fakta ini terkuak dari hasil analisis spasial dan penelusuran lapangan yang dilakukan Genesis Bengkulu, sebuah lembaga advokasi lingkungan. Direktur Genesis, Egi Ade Saputra, menyebut pelanggaran ini bukan lagi insiden biasa, tapi sudah tergolong kejahatan sistematis yang dibiarkan berlarut-larut.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi. Ini penjarahan sumber daya negara secara terang-terangan, dan sampai sekarang belum ada satupun perusahaan yang benar-benar diproses hukum. Kita sedang diuji: apakah hukum masih tajam ke atas?” kata Egi saat dikonfirmasi Rabu (18/6/2025).
BACA JUGA:Dua Bos Tambang Akui Setor Rp 2 Miliar ke Rohidin
BACA JUGA:Mendikdasmen Paparkan Tujuh Program Prioritas Pendidikan di Konsolidasi Nasional 2025
Menurut Egi, banyak perusahaan sawit justru terkesan sadar bahwa aktivitas mereka melanggar hukum. Hal ini dibuktikan dengan pengakuan tidak langsung melalui pengajuan revisi kawasan hutan pada 2019 serta permohonan penyelesaian melalui mekanisme Pasal 110 A dan B UU Cipta Kerja.
Dari 13 perusahaan, hanya 8 yang mengajukan penyelesaian administratif, yakni.
PT Agro Nusa Rafflesia. PT Sandabi Indah Lestari. PT Agri Andalas Bengkulu. PT Alno Agro Utama. PT Mitra Puding Mas. PT Mukomuko Agro Sejahtera. PT Surya Andalan Primatama. PT Aqgra Persada.
“Sisa lima perusahaan lainnya bahkan belum menunjukkan iktikad baik. Mereka tidak mengurus apa pun, seolah kawasan hutan bisa dijadikan perkebunan pribadi tanpa sanksi,” tegas Egi.
Lima perusahaan tersebut adalah PT DDP, PT PD PT, PT PSMas, PT LPS, dan PT JS.
Egi menekankan bahwa permohonan administratif bukan berarti perusahaan bisa bebas dari pertanggungjawaban pidana.
BACA JUGA:3 Hari Berturut-turut Pelantikan PPPK, Tangis Haru Pecah Usai Pelantikan yang Sakral
“Permohonan ini hanya mengakui pelanggaran, bukan menghapus kerusakan ekologis yang mereka sebabkan,” jelasnya.