Membangun Kesadaran Tentang Kesetaraan Manusia dalam Islam

Membangun Kesadaran Tentang Kesetaraan Manusia dalam Islam-Ist-
Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Syekh Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir halaman 259 menjelaskan bahwa tujuan Allah menciptakan umat manusia dengan berbagai suku, bangsa, dan bahasa adalah untuk saling mengenal. Bukan untuk membanggakan keturunan atau suku tertentu.
Hal ini ditegaskan dalam kata-kata Beliau yang artinya: “Maksud bahwa Allah menciptakan kalian (dengan berbeda-beda suku dan bangsa) adalah untuk saling mengenal, bukan untuk saling membanggakan keturunan (rasisme). Sesungguhnya keunggulan di antara kalian adalah hanya bisa diraih dengan takwa.” Sejatinya, dari penjelasan Syekh Wahbah, kita dapat menarik kesimpulan bahwa dalam Islam, konsep kesetaraan tidak ditentukan oleh faktor keturunan atau status sosial seseorang, melainkan oleh tingkat ketakwaan hamba kepada Allah SWT. Ketakwaan menjadi tolok ukur utama dalam menilai kemuliaan di hadapan Allah. Ajaran Islam tentang kesetaraan ini memiliki relevansi yang sangat besar dalam kehidupan kita sehari-hari, karena mengingatkan untuk tidak terjerumus dalam kesombongan diri yang disebabkan oleh faktor keturunan, harta, atau kedudukan.
Dalam Islam, kedudukan seseorang di mata Allah tidak diukur dari apa yang dimilikinya secara lahiriah, melainkan dari kedekatannya dengan-Nya yang tercermin melalui amalan dan ketakwaan.
Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Selanjutnya, Imam Al-Qurthubi dalam kitab Tafsir al-Jami’ li Ahkami Al-Qur’an jilid 16, halaman 341, menjelaskan bahwa Allah menurunkan ayat ini untuk mengingatkan umat manusia agar tidak saling membanggakan nasab, harta, atau kekuasaan. Yang terpenting adalah ketakwaan kepada Allah.
Artinya: “Maka Allah SWT menurunkan ayat ini. Dia melarang mereka untuk sombong atau membangga-banggakan garis keturunan, bermegah-megahan dengan harta, dan menghina orang miskin. Karena tolok ukurnya adalah ketakwaan.” Bahkan, Syekh Nawawi al-Bantani dalam Tafsir Marah Labid jilid 2, halaman 440 menyebutkan bahwa tidak ada alasan bagi umat manusia untuk membanggakan keturunan atau garis keluarga.
Semua manusia pada dasarnya berasal dari satu nenek moyang. Yaitu Adam dan Hawa. Ini adalah ajaran yang sangat jelas dalam Islam yang harus dipahami oleh setiap umat Muslim.
Jamaah Shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Begitu pun dengan hadits Nabi Muhammad SAW, mengajarkan hal yang sama tentang kesetaraan umat manusia. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Janganlah kalian saling dengki, melakukan najasy, saling membenci, saling membelakangi dan sebagian dari kalian menjual apa yang dijual saudaranya. Jadilah kalian semua hamba–hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, sehingga dia tidak boleh menzhaliminya, menghinanya, mendustakannya dan merendahkannya.
Takwa itu letaknya di sini –sambil menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali– cukuplah seseorang itu dalam kejelekan selama dia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram dan terjaga darah, harta dan kehormatannya.” (HR. Muslim)
Prinsip kesetaraan ini tercermin dalam kehidupan sosial umat Islam. Tidak ada seorang pun yang lebih tinggi derajatnya di hadapan Allah selain dari ketakwaannya. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap muslim harus menjaga sikap rendah hati, tidak membedakan satu sama lain berdasarkan asal-usul atau status ikasosial. Islam mengajarkan bahwa setiap orang memiliki potensi yang sama untuk meraih keba ikan dan kedekatan dengan Allah SWT. &
Artinya: “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak boleh menzaliminya, tidak boleh membiarkannya dalam kesusahan, dan tidak boleh merendahkannya.” (HR. Muslim).