Khutbah Jumat: Belajar dari Kehidupan Semut, Laba-Laba dan Lebah

HENDERI KUSMIDI--

Jamaah shalat Jumat yang mulia

 Lalu bagaimana dengan kehdupan lebah? Al-Qur’an memiliki insting yang dalam bahasa Al-Quran lebah bergerak atas atas ilham dari Tuhan, sehingga ia mampu memilih memilih gunung dan pohon-pohon sebagai tempat tinggal. Sebagaimana firman-Nya dalam QS An-Nahl:68 yang artinya:

“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia’." (QS An-Nahl: 68)

Sarang lebah dibuat berbentuk segi enam, bukannya lima atau empat agar tidak terjadi pemborosan. Yang dimakannya adalah kembang-kembang yang tidak seperti semut yang menumpuk-numpuk makanannya. Lebah mengolah makanannya dan hasil olahannya adalah lilin dan madu yang sangat bermanfaat bagi manusia.

Lilin digunakan untuk penerang dan madu dapat menjadi obat yang menyembuhkan berbagai penyakit. Lebah sangat disiplin, mengenal pembagian kerja, dan segala yang tidak berguna disingkirkan dari sarangnya.

Lebah tidak mengganggu kecuali yang mengganggunya. Bahkan sengatannya pun dapat menjadi obat.

 

Kaum muslimin jamaah yang berbahagia

Sikap hidup manusia seringkali diibaratkan dengan berbagai jenis binatang. Jelas ada manusia yang "berbudaya semut." Yaitu menghimpun dan menumpuk materi atau harta benda tanpa disesuaikan dengan kebutuhannya.

Budaya semut adalah "budaya menumpuk" yang disuburkan oleh "budaya mumpung". Tidak sedikit problem masyarakat bersumber dari budaya tersebut. Pemborosan adalah anak kandung budaya yang mendorong hadirnya benda-benda baru yang tidak dibutuhkan dan tersingkirnya benda-benda lama yang masih cukup indah untuk dipandang dan bermanfaat untuk digunakan.

Dapat dipastikan bahwa dalam masyarakat kita, banyak sekali semut yang berkeliaran. Entah berapa banyak jumlah laba-laba yang ada di sekitar kita, yaitu mereka yang tidak lagi butuh berpikir apa, di mana, dan kapan ia makan, tetapi yang mereka pikirkan adalah "siapa yang akan mereka jadikan mangsa.

Ia menjadi kiasan dari sifat hidup manusia yang mencelakakan dan menjerumuskan siapa saja yang terpikat olehnya.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Nabi SAW mengibaratkan seorang mukmin seperti lebah, sesuatu yang tidak merusak dan tidak pula menyakitkan: Tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan sesuatu kecuali yang bermanfaat dan membawa maslahat dan tidak merusak.

Lebih rinci lagi, lebah setidaknya memiliki tiga keistimewaan yang dapat menjadi analogi tentang karakter ideal manusia.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan