Lelaki tersebut pun menceritakan, “Aku bergegas melakukan shalat bersama sahabat-sahabatku. Namun, ada seorang laki-laki dewasa yang mendatangiku sembari berkata ketus, ‘Enyahlah kalian! Berdirilah di sana (menunjuk arah luar masjid). Shalatlah di sana!.’”
Seketika itu juga, laki-laki itu keluar dari masjid dan tidak pernah lagi menuju masjid untuk beribadah. Selamanya. Bekas sakitnya masih tertancap kuat di dalam benak dan nuraninya karena diusir dari rumah Allah tempat ia dan teman-temannya melaksanakan sholat.
Sebagai jamaah tetap di sebuah masjid, kadang kita tidak mampu untuk bersikap bijaksana. Padahal, sikap bijaksana merupakan lambang kematangan sekaligus teladan dari Nabi Muhammad Saw.
Kita yang sering memarahi anak-anak di masjid ketika mereka ramai, mungkin lupa dengan apa yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Beliau pernah turun dari mimbar untuk mendekati cucunya yang tengah berlarian di area masjid lantas menggendongnya dan kembali melanjutkan khutbah.
Dalam hadist lain diceritakan bahwa saat Rasulullah sujud dalam sholat, Hasan dan Husein bermain menaiki punggung Rasulullah. Jika ada sahabat yang ingin melarang Hasan-Husein, maka Rasulullah memberi isyarat untuk membiarkannya. Apabila shalat telah selesai, Rasulullah memangku kedua cucunya itu (HR: Ibnu Khuzaimah).
Kemarahan kita bahkan semakin memuncak saat kita merasa paling khusyuk. Lalu celoteh anak-anak dan tawa kecil mereka seolah menjadi alasan terbuyarkannya kekhusyukan yang kita upayakan dengan susah payah.
Alhasil, kita dengan segera menyalahkan anak-anak itu dan berusaha untuk segera mengenyahkannya dengan segenap kemampuan yang kita miliki sebagai orang tua. Mungkin kita lupa bahwa kemarahan yang kita tumpahkan amat besar peluangnya untuk menyingkirkan anak-anak dari masjid-masjid.
Padahal ketika kita sudah meninggal dunia, siapa yang akan melanjutkan kebiasaan kita untuk sholat berjamaah di masjid jika bukan anak-anak ini. Mereka kelak akan tumbuh dewasa dan menggantikan kita. Namun apa jadinya jika kelak mereka enggan menuju masjid karena trauma atas kemarahan yang dahulu pernah kita lontarkan tanpa sedikit pun niat untuk menyampaikan nasihat.