“Di ruangan tadi disebutkan bahwa sudah dibagikan 114 hektar kepada masyarakat, namun masyarakat merasa tidak pernah menerima lahan plasma tersebut,” ungkap Supriyadi.
Ia juga menyoroti ketidakjelasan dalam pengukuran lahan yang dipersengketakan, dimana pihak ATR/BPN seolah mempersilakan masyarakat untuk mengukur ulang sendiri tanpa melibatkan mereka dalam proses pengukuran sebelumnya.
“Masa kami yang harus membiayai. Ini kan tugas ATR/BPN, masyarakat harus dilibatkan,” tegasnya.
BACA JUGA:Tiga Hari Menuju Penutupan, Ribuan Honorer Masih Proses Submit
BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Optimis Evaluasi APBD Perubahan 2024 Rampung Meski Terkendala
Selain masalah lahan, penggunaan jalan umum oleh PT BRS juga menjadi sorotan. Supriyadi menyoroti bahwa kendaraan berat milik perusahaan kerap merusak jalan umum, menyebabkan kondisi berlumpur dan membahayakan keselamatan warga. Padahal, perusahaan seharusnya memiliki akses jalan sendiri.
"Pihak Pemprov sudah menyatakan, dalam enam bulan perusahaan harus membuat jalan khusus. Tapi nyatanya, bertahun-tahun mereka masih memakai jalan umum, jalan yang sebenarnya fasilitas masyarakat,” tutur Supriyadi, menyoroti dampak negatif penggunaan jalan ini bagi warga setempat.
Dengan berbagai persoalan yang tak kunjung menemukan solusi, Supriyadi menyebutkan bahwa pihaknya telah mempertimbangkan untuk membawa kasus ini ke jalur hukum.
Ia berharap, melalui proses hukum, keadilan bisa ditegakkan dan kebenaran dipastikan.
“Proses hukum ini untuk mengetahui mana yang salah dan benar. Jika hearing ini tidak membuahkan hasil, kita akan ke pengadilan,” ujar Supriyadi.
BACA JUGA:Sukses Raih Medali Perak Bidang Studi Bahasa Inggris Pada Ajang Olimpiade
BACA JUGA:Waspada! Ombak Laut Mukomuko Sedang 'Apa Kali', Sudah Ada 19 Bangunan Rusak
Langkah ini menjadi sinyal bahwa masyarakat tidak lagi bersabar menghadapi konflik agraria yang mereka nilai tidak adil. Disisi lain, keputusan untuk membawa kasus ke ranah hukum menunjukkan ketidakpuasan masyarakat terhadap upaya mediasi yang dilakukan pemerintah.
Tantangan Penyelesaian Sengketa Agraria
Konflik agraria antara perusahaan dan masyarakat di Bengkulu bukan kasus pertama dan tampaknya menjadi persoalan yang terus muncul di daerah-daerah yang menjadi lokasi investasi.
Keterbukaan data, perlindungan hak masyarakat, dan tanggung jawab perusahaan dalam menjaga lingkungan dan akses publik menjadi isu yang kerap diperdebatkan.