Sebaliknya, mereka yang berada dalam pernikahan yang stabil atau yang belum menikah memiliki FGRS yang lebih rendah. Menariknya, FGRS untuk sebagian besar gangguan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah transisi perceraian yang dialami individu.
Peran Jenis Kelamin
Para peneliti juga menganalisis peran jenis kelamin dalam hubungan ini. Mereka menemukan bahwa FGRS meningkat di kalangan baik perempuan maupun laki-laki yang bercerai, namun FGRS perempuan yang bercerai ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Peneliti menginterpretasikan hasil ini dengan menunjukkan bahwa stres interpersonal yang terkait dengan kecenderungan genetik untuk gangguan kejiwaan mungkin lebih sulit ditangani oleh perempuan dibandingkan laki-laki.
Kesimpulan
Penelitian ini menyoroti hubungan yang rumit antara perceraian, kesehatan mental, dan faktor genetik. Meskipun ada banyak faktor yang berkontribusi pada perceraian dan masalah kesehatan mental, studi ini menunjukkan bahwa individu yang bercerai memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan psikologis, dan kecenderungan genetik mungkin memperburuk situasi tersebut.
Dengan pemahaman yang lebih dalam mengenai faktor-faktor ini, para peneliti dan profesional kesehatan mental dapat mengembangkan strategi intervensi yang lebih baik untuk mendukung individu yang menghadapi perceraian dan tantangan kesehatan mental.
Penelitian ini membuka jalan bagi pemahaman yang lebih baik tentang cara perceraian dapat memengaruhi kesehatan mental dan menyoroti pentingnya perhatian terhadap faktor genetik dalam konteks tersebut.