RADAR BENGKULU, JAKARTA - Ahli gizi Dr dr Tan Shot Yen, M.Hum mengusulkan agar sekolah turut mengajarkan tentang gizi keluarga. Untuk itu, ia berharap agar materi gizi keluarga dimasukkan dalam kurikulum sekolah.
"Saya selalu berupaya untuk mengusulkan adanya kurikulum gizi keluarga di dalam pendidikan anak-anak SD," kata Tan Shot Yen di Kantor KemenPPPA, Jakarta, kemarin.
Seperti dikutip dari laman DISWAY.ID, hal ini karena makanan yang dikonsumsi anak-anak saat ini kurang memenuhi syarat kesehatan. "Karena kalau kita lihat di SD saja itu Anda bisa bayangkan jajanannya, bekalnya yang Instagram-able, tetapi tidak memenuhi syarat kesehatan," ungkapnya.
Untuk itu, ia berharap muatan tentang gizi keluarga tersebut dapat diajarkan di sekolah melalui mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes).
Ia pun menyoroti mapel Penjaskes selama ini hanya mempelajari tentang teknis permainan beberapa bidang olahraga. Sedangkan nama mapel Penjaskes sendiri meliputi kesehatan.
BACA JUGA:Bagi ASN dan PPPK, Bawaslu BS Ingatkan Jangan Lakukan Ini Pada Satu Calon
BACA JUGA:Siap Pasang Badan, Dandim 0408 BS Kaur Dukung Kebebasan Pers, Jangan Ada Wartawan Diintimidasi
"Saya mewakili banyak sekali dari teman-teman kesehatan di Indonesia, kita ingin sekali, punya mimpi, supaya mata pelajaran Penjaskes daripada menghapal ukuran lapangan sepak bola, lapangan tenis, alangkah baiknya juga diisi dengan mata pelajaran tentang gizi keluarga yang sederhana," tuturnya.
Untuk diketahui saja, bersama dengan itu, ancaman penyakit pun menjadi hal yang perlu diperhatikan. "Kalau bicara dengan data, SKI 2023 ada beberapa tabel-tabel yang cukup mengerikan. Salah satunya adalah pemeriksaan prevalensi diabetes untuk anak-anak di atas 15 tahun," tambahnya.
Ia memaparkan, hampir 11 persen anak usia di atas 15 tahun sudah mengalami masalah gula darah. "Jadi, satu lebih dari 10 anak kita itu sudah mempunyai masalah dengan gula darah. Yang prediabetes bagaimana? Lebih tinggi lagi, 13,4 persen."
Lalu, ia mengungkap data proporsi kebiasaan konsumsi makanan manis pada penduduk di atas usia 3 tahun. "Anda bayangin masih balita, loh. Kalau Anda lihat angkanya sampai 50 persen lebih, jadi rata-rata 1-6 kali per minggu (konsumsi makanan manis)."
BACA JUGA:Ini Sejarah Diperingatinya Hari Palang Merah Indonesia Setiap Tanggal 3 September
Bahkan pada anak usia 3-4 tahun, 51 persen setidaknya minum minuman manis lebih dari 1 kali per hari. Terungkap bahwa banyak masyarakat Indonesia mengonsumsi makanan berisiko (manis, asin, berlemak, kolesterol, dan sebagainya) hanya agar meningkatkan nafsu makan.
"Orang Indonesia alasannya makan adalah enak rasanya 96 persen. Ini ngerinya bukan main, mudah didapatkan 91 persen, lebih murah 79 persen."