Peran Kunci Perempuan Menuju Indonesia Emas 2045

Minggu 25 Aug 2024 - 21:36 WIB
Oleh: tim Redaksi

Oleh: Hennigusnia & Ardhian Kurniawati (Peneliti Ahli Muda, Pusat Riset Kependudukan BRIN)

Di tengah hiruk-pikuk pembangunan yang terus bergerak maju, perempuan Indonesia berdiri di persimpangan sejarah. Visi Indonesia Emas 2045 menjadi cita-cita bersama, sebuah visi yang memandang Indonesia sebagai negara maju, berdaulat, dan berkelanjutan. Namun, di balik ambisi besar ini, terselip satu pertanyaan yang menggelitik hati: Apakah perempuan telah diberikan tempat yang layak dalam perjalanan menuju visi ini?

Sampai saat ini, realitas menunjukkan bahwa perempuan masih berjuang untuk mendapatkan kesetaraan dalam dunia kerja. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 mencatat bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan hanya mencapai 54,52%, jauh di bawah TPAK laki-laki yang mencapai 84,26%. Ini menimbulkan pertanyaan yang mendasar: Mengapa perempuan masih terpinggirkan dalam kontribusi ekonomi yang seharusnya setara?

Sejak kecil, banyak dari kita tumbuh dengan cerita tentang Kartini, seorang pionir dalam memperjuangkan hak-hak perempuan di Indonesia. Namun, lebih dari satu abad kemudian, mimpi emansipasi perempuan yang diimpikan Kartini masih jauh dari kenyataan. Perempuan di Indonesia seringkali masih tersembunyi di balik beban ganda yang harus mereka pikulmengurus rumah tangga sekaligus bekerja. Lirik lagu “Ibu Kita Kartini” yang sering kita dengar saat peringatan Hari Kartini mungkin menggambarkan semangat juangnya, namun realitasnya masih jauh dari ideal.

Pandangan tradisional yang memosisikan laki-laki sebagai pencari nafkah utama masih mendominasi, sementara perempuan meskipun berpendidikan tinggi, seringkali memilih untuk tidak bekerja atau hanya bekerja paruh waktu demi mengurus keluarga. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara lain yang memiliki pandangan serupa. Pandangan bahwa laki-laki adalah “first breadwinner” atau pencari nafkah utama, seperti yang diungkapkan oleh Janssens (1997) dan Sear (2021), masih kuat mempengaruhi keputusan perempuan untuk berpartisipasi di dunia kerja. Seringkali, perempuan baru akan bekerja jika kondisi ekonomi keluarga menuntutnya, dan bahkan jika mereka bekerja, mereka lebih sering berada di sektor informal yang memberikan upah lebih rendah dan jaminan kerja yang minim.

Perempuan yang bekerja di sektor informal sering kali terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang sulit untuk diatasi. Mereka bekerja keras, namun tanpa perlindungan hukum dan akses yang memadai terhadap pendidikan dan pelatihan, kondisi mereka tidak banyak berubah. Salah satu contoh adalah Siti, seorang buruh tani di Jawa Tengah, yang meskipun bekerja keras setiap hari, penghasilannya masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Cerita seperti ini tidaklah langka di Indonesia, di mana banyak perempuan menghadapi tantangan serupa di sektor-sektor informal lainnya.

Di sisi lain, perkembangan teknologi digital di Indonesia membawa harapan baru bagi perempuan untuk keluar dari kesulitan ini. Teknologi membuka peluang bagi perempuan untuk bekerja dari rumah, seperti melalui pekerjaan jarak jauh atau remote job. Namun, harapan ini juga diiringi dengan tantangan baru: Apakah perempuan Indonesia siap menghadapi era digital ini? Apakah mereka sudah cukup melek teknologi untuk bisa beradaptasi dengan perubahan yang begitu cepat?

Banyak perempuan di Indonesia, terutama di daerah terpencil, masih belum memiliki akses yang memadai terhadap teknologi atau belum memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk memanfaatkannya. Misalnya, meskipun banyak platform digital yang dapat dimanfaatkan untuk berjualan secara online, tidak semua perempuan memiliki akses yang sama untuk memanfaatkan peluang ini. Ada perempuan yang berhasil, seperti Rini, seorang ibu rumah tangga dari Bandung yang berhasil membangun bisnis online dari nol dan kini mempekerjakan ibu-ibu lainnya. Namun, kisah Rini masih menjadi pengecualian, bukan norma.

Membangun Masa Depan yang Inklusif

Visi Indonesia Emas 2045 menargetkan peningkatan TPAK perempuan menjadi 65%. Namun, target ini hanya akan menjadi angka di atas kertas jika tidak ada upaya konkret untuk mencapainya. Pemerintah dan sektor swasta harus berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan ramah perempuan. Langkah pertama yang dapat diambil adalah dengan menyediakan fasilitas penitipan anak di tempat kerja. Fasilitas ini akan memungkinkan perempuan bekerja tanpa harus mengorbankan peran mereka sebagai ibu dan pengurus keluarga.

Selain itu, penegakan peraturan non-diskriminasi di tempat kerja dan penerapan kebijakan equal employment opportunity (EEO) harus menjadi prioritas. Perempuan perlu diberikan kesempatan yang sama untuk berkembang di tempat kerja tanpa harus menghadapi stigma atau diskriminasi yang menghambat karier mereka. Di sinilah pentingnya peran pendidikan dalam menciptakan generasi yang lebih peka terhadap kesetaraan gender. Pendidikan harus lebih menekankan pada kesetaraan gender dan memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan untuk belajar dan berkembang.

Teknologi digital juga bisa menjadi alat yang sangat kuat dalam memberdayakan perempuan, namun hanya jika mereka memiliki akses yang sama dan dilengkapi dengan keterampilan yang dibutuhkan. Pelatihan keterampilan digital harus menjadi bagian integral dari strategi pemberdayaan perempuan. Pemerintah perlu bekerja sama dengan sektor swasta dan lembaga pendidikan untuk memastikan bahwa perempuan, terutama di daerah terpencil, memiliki akses yang sama terhadap pelatihan ini.

Inspirasi bisa diambil dari puisi Chairil Anwar yang berjudul “Aku”. Dalam puisi ini, terdapat semangat pemberontakan dan tekad yang kuat untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Semangat ini harus dimiliki oleh perempuan Indonesia dalam menghadapi tantangan ke depan. Mereka harus berani bermimpi, berani melawan ketidakadilan, dan berani menjadi pelopor dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Kita harus bersama-sama mencari solusi untuk mengatasi kesenjangan ini.

Jika kita semua bekerja sama, mimpi Indonesia Emas 2045 bukan hanya akan menjadi milik segelintir orang, tetapi milik seluruh rakyat Indonesia, termasuk perempuan. Saatnya perempuan berdiri di garis depan, mengambil peran utama dalam pembangunan bangsa, dan menunjukkan bahwa mereka juga bisa menjadi pilar utama dalam mewujudkan visi besar ini.

 

Kategori :