RADAR BENGKULU - Pemerintah pusat memberikan peluang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya untuk melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam. Namun, kebijakan ini tidak berlaku di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Provinsi Bengkulu.
Menurut Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bengkulu, Donni Swabuana ST MSi, ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Muhammadiyah telah menunjukkan minat untuk mengelola WIUPK di beberapa daerah. Namun, di Bengkulu, mereka tidak memiliki kesempatan untuk menangani izin tambang.
“Di Bengkulu, tidak ada tambang eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) atau kontrak karya pemerintah dengan asing,” jelas Donni.
BACA JUGA:Bengkulu Belum Provila, Sefty Yuslinah Minta Sekolah Ramah Anak & KLA Ditingkatkan
BACA JUGA:DPMPTSP Bengkulu Selatan Datangkan Trainer dari BB, Untuk Apa?
Ia menambahkan, alasan utamanya adalah karena tidak ada lokasi tambang yang memenuhi kriteria untuk diserahkan kepada ormas di provinsi ini.
Tambang eks PKP2B adalah tambang yang sebelumnya dikelola berdasarkan kontrak karya dengan perusahaan asing dan kini statusnya sudah diubah.
Meskipun tambang ini masih menyisakan cadangan hasil bumi, statusnya sebagai tambang lama membuatnya tidak memenuhi syarat untuk dikelola sebagai tambang baru oleh ormas.
“Tambang-tambang tersebut bukan tambang baru. Mereka adalah tambang yang sudah ada, tapi tidak lagi dikelola. Maka, tidak bisa diberikan kepada ormas,” ungkap Donni.
BACA JUGA:Jika Gubernur Rohidin Bisa Maju Pilkada, Agusrin Najamuddin Siap Berikan Dukungan
BACA JUGA:Nelayan Kaur Sudah Bisa Kirim Benih Benur Lobster
Penjelasan ini menegaskan bahwa kebijakan pengelolaan WIUPK ini lebih difokuskan pada tambang baru yang masih beroperasi atau memiliki potensi ekonomi yang besar.
Di tingkat nasional, terdapat enam lokasi tambang eks PKP2B yang telah diidentifikasi untuk diberikan kepada ormas. Enam lokasi tersebut meliputi tambang-tambang dari PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MAU), dan PT Kideco Jaya Agung.
Semua lokasi ini merupakan bagian dari generasi I PKP2B yang telah mengalami penciutan lahan dari beberapa perusahaan tambang sebelumnya.