RADARBENGKULU.BACAKORAN.CO- Organisasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengungkapkan kondisi guru honorer di daerah yang semakin memprihatinkan imbas kebijakan cleansing.
Seperti dikutip dari laman DISWAY.ID, beberapa daerah, seperti Jawa Barat, Lampung, hingga Daerah Khusus Jakarta disinyalir melakukan cleansing kepada para guru honorer.
Bukan itu saja, Kepala Bidang Advokasi Guru Iman Zanatul Haeri menyatakan bahwa selepas RDPU dengan Komisi X pada 4 Juli 2024 lalu, kondisi guru honorer makin mencekam. Salah salah satunya adalah kebijakan cleansing guru honorer yang diterapkan di Jakarta.
"Kepala sekolah mengirimkan formulir Cleansing Guru Honorer kepada para guru honorer agar mereka isi,” ungkap Iman dalam keterangan tertulis, dikutip 16 Juli 2024.
Katanya, fenomena "pengusiran halus" para guru honorer ini tidak sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Di mana dalam Pasal 7 ayat (2) menyatakan bahwa pemberdayaan guru harus dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Pihaknya menduga bahwa kebijakan ini merupakan dampak dari upaya menata kebijakan ASN berdasarkan amanat UU Aparatur Sipil Negara Nomor 20 Tahun 2023. Apabila demikian, maka bertentangan dengan azas dalam Undang-Undang tersebut.
"Bahwa penyelenggaraan kebijakan ASN, berdasarkan pada asas kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, keterpaduan, pendelegasian, netralitas, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, dan keterbukaan (pasal 2 a-m)."
P2G juga memperhatikan kondisi guru honorer pada daerah lain. Misal di Lampung Utara, Pemerintah Daerahnya tidak sama sekali membuka kuota PPPK guru. Akibatnya, guru honorer kembali menjadi korban karena tida memiliki kesempatan untuk mengikuti seleksi PPPK Guru.
Ia juga mengaku bahwa pihaknya telah beraudiensi dengan Dirjen GTK Kemendikbudristek dan memastikan bahwa guru honorer P3 tidak akan tergeser dengan kedatangan guru PPPK (P1) yang tertuang dalam Kepmendikbudristek nomor 349 tahun 2022.
"Kami apresiasi akan komitmennya dari Kemendikbudristek. Namun pada kenyataannya, kami berhasil menemukan 466 kasus guru honorer di Jawa Barat yang tergeser dengan kedatangan guru P1. Laporan tersebut sudah kami sampaikan kepada komisi X DPR RI,” ungkap Iman.
Hal ini lantas membuat guru P3 dan guru P1 dipaksa memperebutkan formasi yang sama.
Padahal, lanjutnya, para guru P1 harus tetap dituntaskan dan di saat yang sama, guru honorer harus tetap diberikan kesempatan untuk mengikuti seleksi PPPK.
“Nah, ini malah guru P1 didorong untuk menggeser guru honorer (P3). Padahal keduanya sama-sama memiliki hak. Mereka seperti diadu domba.”
Ketua P2G Garut, Rida Rodiana menambahkan, fenomena geser menggeser guru honorer dengan guru PPPK ini karena pemerintah daerah hanya mengajukan separuh kuota yang diajukan pemerintah pusat.
Secara umum kuota yang diajukan Pemerintah Daerah selalu lebih kecil separuhnya dari yang diajukan pemerintah pusat. Misal untuk Jawa Barat, jumlah guru P1 sebesar 1.529, jumlah guru non-ASN 8.974, namun kuota PPPK 2024 hanya 1.529. Sedangkan angka kebutuhan guru Jawa Barat sebesar 11.583, paparnya.