Harga Kopi Bengkulu Terjun Bebas, Petani Merana Tak Punya Patokan

Jumat 13 Jun 2025 - 20:52 WIB
Reporter : windi
Editor : Syariah M
Harga Kopi Bengkulu Terjun Bebas, Petani Merana Tak Punya Patokan

RADAR BENGKULU – Aroma kopi Bengkulu yang selama ini harum semerbak, kini ikut menguar getir. Harga kopi—baik biji maupun bubuk—mengalami penurunan cukup drastis dalam beberapa pekan terakhir. Tak pelak, kondisi ini membuat petani kopi di Bumi Rafflesia gigit jari.

 Hortikultura, dan Perkebunan (TPHP) Provinsi Bengkulu mencatat, harga biji kopi jenis asalan saat ini hanya berada di angka Rp57 ribu per kilogram. Padahal sebelumnya sempat bertengger di harga Rp65 ribu. Kopi jenis petik merah yang biasanya dihargai Rp70 ribu/kg kini tinggal Rp65 ribu. Bahkan, kopi arabika yang dikenal punya kualitas premium turun drastis dari Rp150 ribu menjadi hanya Rp100 ribu/kg.

Tak hanya biji, harga bubuk kopi pun ikut menukik. Untuk jenis bubuk kopi asalan, dari yang sebelumnya Rp150 ribu per kilogram, kini turun ke Rp130 ribu. Sedangkan kopi petik merah yang biasanya dihargai Rp200 ribu/kg kini hanya Rp180 ribu. Yang paling drastis, kopi bubuk arabika jatuh dari Rp300 ribu ke Rp250 ribu/kg.

BACA JUGA:AFC Dikecam Dunia, FIFA Jamin Posisi Indonesia

BACA JUGA:Tarif Pajak Kendaraan Direvisi, Gubernur Helmi: Jangan Sampai Bebani Rakyat!

“Penurunan harga ini karena mengikuti fluktuasi pasar kopi dunia. Kita di Bengkulu belum punya standar harga tetap seperti pada komoditas TBS (Tandan Buah Segar) sawit,” jelas Johan Syahneri, Kepala Seksi Perkebunan Dinas TPHP Provinsi Bengkulu, Jumat (13/6).

Menurut Johan, tidak adanya regulasi atau ketetapan harga khusus dari pemerintah daerah membuat harga kopi sangat bergantung pada kondisi pasar global. Dalam kondisi seperti ini, petani kopi tidak memiliki daya tawar yang cukup untuk menjaga stabilitas harga panen mereka.

“Kalau sawit kan ada rapat rutin penetapan harga. Tapi untuk kopi, tidak ada. Jadi harganya benar-benar mengikuti pasar dunia. Ini yang menyulitkan petani,” katanya.

Johan menyebut salah satu penyebab anjloknya harga kopi dunia adalah faktor cuaca yang tak menentu di sejumlah negara produsen utama, termasuk Brasil dan Vietnam. Produksi melimpah di tengah permintaan yang stagnan membuat harga di pasar global melemah. Bengkulu pun ikut kena imbasnya.

BACA JUGA:Gubernur Helmi Hasan Serahkan SK 165 CPNS Provinsi Bengkulu, Kalau Tak Maksimal, Siap-Siap Dipindah!

BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Terima Pertek BKN, Bakal Ada Pejabat Nonjob Massal

Meski demikian, Johan tetap mengimbau petani kopi untuk tidak sembarangan dalam memanen. Ia menekankan pentingnya panen dengan sistem “petik merah”, yakni hanya memanen buah kopi yang benar-benar matang. Menurutnya, kopi petik merah masih punya harga jual yang lebih baik dibanding kopi asalan.

“Kami minta petani tetap disiplin dalam proses panen. Jangan asal petik. Petik merah memang butuh tenaga dan waktu lebih, tapi kualitasnya jauh lebih tinggi,” ujar Johan.

Ia menambahkan, selain panen yang tepat, petani juga sebaiknya mulai memperhatikan pascapanen dan pengolahan kopi agar hasilnya bisa lebih maksimal. Misalnya dengan mengembangkan metode olahan seperti natural process, honey process, atau fermentasi kopi spesialti yang bisa meningkatkan nilai jual.

“Sekarang konsumen juga mulai selektif. Kopi bukan cuma soal rasa, tapi juga proses. Ini bisa jadi peluang untuk petani kita naik kelas,” ujarnya.

Kategori :