Tidak kalah pentingnya, pihak sekolah juga harus berani untuk tidak menerima calon siswa yang merupakan titipan dari pihak-pihak tertentu. Ini disampaikan pihaknya karena berkaca dari PPDB tahun sebelumnya, indikasi seperti ini memang sempat disampaikan para wali para calon siswa.
"Makanya, kita juga minta kepada pihak tertentu, kurangilah nitip-nitip."
Edwar juga mengemukakan, ia tidak ingin lagi mendengar adanya pungutan dalam proses PPDB terhadap calon siswa, hingga indikasi jual beli kursi.
"Sama-sama kita ketahui, sempat beredar isu bahwa ada pungutan hingga Rp 15 juta rupiah untuk bisa duduk di sekolah favorit. Ini tidak bisa dibiarkan, dan kita minta hal ini diawasi dengan ketat oleh pihak terkait," harapnya.
Ia juga mendorong hasil PPDB juga harus diumumkan secara trasnparan atau terbuka di depan sekolah.
Tentunya, dengan mencantumkan nama-nama calon siswa yang diterima beserta jalur dan kategori yang digunakan.
"Sehingga, seluruh elemen masyarakat bisa tahu calon siswa yang diterima sekolah itu apakah dari jalur afirmasi, prestasi, permintaan orang tua atau zonasi. Dengan begitu, tidak ada ruang berspekulasi atau munculnya protes."
BACA JUGA:12 Titik CCTV Bisa Tekan Angka Kriminalitas
BACA JUGA:Kuota Pupuk Subsidi untuk Mukomuko 1.650 Ton, Ingat! Hanya untuk 9 Komoditi Tanaman
Lebih lanjut Edwar menyampaikan, sebenarnya proses PPDB ini bisa dipetakan. Karena, jelas kuotanya. Dimana jalur afirmasi, prestasi dan permintaan orang tua itu masing-masing 10 persen.
"Sedangkan sisanya 70 persen lagi merupakan jalur zonasi. Makanya, dalam kesempatan ini kita minta ketika ada kejanggalan dalam PPDB, maka hasilnya harus dibatalkan. Karena proses pendidikan haruslah dijalankan dengan prinsip keadilan dan transparansi." (Wij)