Simak Perbandingan Sholat Jamaah 40 Hari atau Menunggui Orang Tua yang Sakit-sakitan?
pahala dan keutamaan shalat jamaah 40 hari secara berturut-turut memang sangat besar, yaitu akan terbebas dari sifat kemunafikan dan dari panasnya api neraka-poto ilustrasi-
Dalam hal ini, Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan:
وَحُضُورِ قَرِيبٍ) أَوْ نَحْوِ صَدِيقٍ أَوْ مَمْلُوكٍ أَوْ مَوْلًى أَوْ أُسْتَاذٍ (مُحْتَضَرٍ) أَيْ حَضَرَهُ الْمَوْتُ. وَإِنْ كَانَ لَهُ مُتَعَهِّدٌ؛ لِأَنَّهُ يَشُقُّ عَلَيْهِ فِرَاقُهُ فَيَتَشَوَّشُ خُشُوعُهُ (أَوْ) حُضُورِ قَرِيبٍ أَوْ أَجْنَبِيٍّ (مَرِيضٍ بِلَا مُتَعَهِّدٍ) لَهُ أَوْ لَهُ مُتَعَهِّدٌ شُغِلَ بِنَحْوِ شِرَاءِ الْأَدْوِيَةِ؛ لِأَنَّ حِفْظَهُ أَهَمُّ مِنْ الْجَمَاعَةِ (أَوْ) حُضُورِ قَرِيبٍ أَوْ نَحْوِهِ مِمَّنْ مَرَّ لَهُ مُتَعَهِّدٌ لَكِنْ (يَأْنَسُ بِهِ) أَيْ بِالْحَاضِرِ؛ لِأَنَّ تَأْنِيسَهُ أَهَمُّ
Artinya, “Di antara uzur shalat jamaah yang bersifat personal adalah adanya kerabat, semisal teman, budak, mantan budak, atau ustadz yang sedang sekarat, maksudnya ajal sedang menjemputnya. Meskipun ada orang yang merawatnya. Karena ia berat meninggalkannya sehingga akan mengganggu kekhusyukan shalatnya. Atau adanya kerabat ataupun orang lain yang sedang sakit tanpa ada yang merawatnya, atau ada yang merawatnya akan tetapi sedang sibuk semisal membeli obat, karena menjaga mereka lebih utama daripada shalat jamaah.
Atau adanya kerabat atau lainnya seperti orang-orang yang telah disebutkan, yang ada perawatnya akan tetapi orang yang sakit merasa nyaman dengannya. Karena membuat nyaman orang sakit lebih penting daripada shalat jamaah.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, dalam Hawasyis Syirwani Wabnu Qasim Al-‘Ababdi, [Beirut, Darul Kutub ‘Ilmiyah: 2015], juz III, halaman 55).
Ibnu Hajar secara lugas menerangkan bahwa menunggu orang sakit karena tidak ada yang menunggunya, karena yang menunggu sedang sibuk urusan lain, atau keberadaan seseorang membuat nyaman orang sakit, lebih penting daripada shalat jamaah. Sehingga dari sini dapat dipahami, untuk skala prioritas menjaga orang sakit yang tidak ada penunggunya atau bahkan sekedar membuatnya merasa nyaman dengan kehadiran di sisinya lebih utama daripada shalat jamaah. Terlebih orang sakit tersebut adalah orang tua sendiri.
Hal ini mengandaikan orang yang bersangkutan adalah laki-laki yang memang sunah berjamaah lima waktu di masjid. Lalu bagaimana kalau orang tersebut perempuan yang lebih baik shalat di rumah?