Bawaslu Telusuri Dugaan Keterlibatan Kepala Desa Mendukung Balon Gubernur

Bawaslu Bengkulu-Ist-RADAR BENGKULU

Beberapa Kades Diduga Melanggar Netralitas

RADAR BENGKULU — Pemberitaan mengenai sejumlah kepala desa yang diduga mendukung salah satu bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu menarik perhatian Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Bengkulu. Dugaan ini menjadi sorotan karena melibatkan para kepala desa yang seharusnya netral dalam pemilihan umum.

Bawaslu menyatakan akan menindaklanjuti informasi ini sebagai bahan awal penyelidikan terkait potensi pelanggaran netralitas kepala desa dalam politik praktis.

Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Data, dan Informasi (Kordiv PP dan Datin) Bawaslu Provinsi Bengkulu, Eko Sugianto menyatakan, meski belum ada laporan resmi yang diterima, Bawaslu akan melakukan penyelidikan secara proaktif.

 “Iya, ini akan dijadikan informasi awal terkait dugaan keberpihakan kepala desa. Kami akan menelusuri lebih lanjut,” ungkap Eko dalam keterangan resminya.

Eko menegaskan, jika dugaan keterlibatan kepala desa tersebut terbukti, Bawaslu tidak akan segan-segan mengambil tindakan sesuai dengan regulasi yang berlaku.

BACA JUGA:Ini Syaratnya, Pendaftaran Beasiswa GKS 2025 ke Korea Selatan Dibuka

BACA JUGA:Pembahasan Tatib dan AKD di DPRD Provinsi Bengkulu Akan Berlangsung Sengit

"Apabila benar terbukti, kami akan menindaklanjutinya sesuai mekanisme hukum yang ada," tegasnya.

Menurut Eko, netralitas kepala desa telah diatur secara jelas dalam berbagai regulasi. Salah satu regulasi yang menjadi acuan Bawaslu dalam menangani kasus ini adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Pada Pasal 29 Huruf g, secara tegas dinyatakan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik. Selain itu, Pasal 29 Huruf j menyebutkan bahwa kepala desa juga dilarang ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.

“Regulasi ini penting untuk menjaga netralitas kepala desa. Jika ada yang melanggar, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. Bahkan, dalam kondisi tertentu, kepala desa bisa dikenai sanksi pemberhentian sementara hingga pemberhentian permanen,” ujar Eko.

Selain itu, terdapat juga aturan yang lebih spesifik dalam Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 yang diubah menjadi Permendagri Nomor 65 Tahun 2017 tentang Pemilihan Kepala Desa, serta PP Nomor 43 Tahun 2014 yang diubah menjadi PP Nomor 47 Tahun 2015.

 “Aturan-aturan ini sangat jelas dalam mengatur bahwa kepala desa tidak boleh terlibat dalam politik praktis,” lanjutnya.

BACA JUGA:Pesona Obelix Village, Tempat Wisata Terbaru di Yogyakarta Tawarkan Suasana yang Asri Dan Tenang

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan