Sejarah Nama Kelurahan Dusun Besar Kota Bengkulu, Ada Kaitannya Dengan Pohon Sam?

Sejarah Nama Kelurahan Dusun Besar Kota Bengkulu, Ada Kaitannya Dengan Pohon Sam?-poto ilustrasi-

Ada yang pergi ke daerah Jembatan Kecil sekarang ini. Ke Surabaya. Kemudian ada juga ke daerah lain. Mata pencaharian mereka itu umumnya adalah bertani. Seperti tanam karet, sayuran, bercocok tanam padi.

Karena saat itu di daerah ini tidak ada namanya, maka warga menyebutnya dengan nama Dusun Besar. Daerah ini dinamakan dusun besar karena daerah ini termasuk besar penduduknya zaman dahulu. Jumlahnya itu di atas dua puluh KK.

Karena, daerah ini termasuk penduduknya banyak bila dibandingkan dengan lokasi penduduknya yang pindah ke daerah lain tadi di bawah 10 KK, akhirnya warga menyebut namanya Dusun Besar. Nama ini terus abadi sampai kini. Bahkan kini, keturunan warga tempo dahulu masih banyak anggotanya. Ada yang bertahan di Dusun Besar, ada pula yang pindah ke tempat lain. 

‘’Orang dahulu itu menamakan tempat tinggal itu adalah dusun. Karena daerah ini merupakan tempat tinggal pertama dan penduduknya banyak, maka orang menyebutnya Dusun Besar. Nama Dusun Besar ini akhirnya menyebar dari mulut ke mulut. Jadi, Dusun Besar itu artinya perkampungan penduduk yang besar,’’jelasnya.

Ia sendiri tidak tahu secara pasti kapan nama desa ini disebut Dusun Besar itu. Yang jelas, nama ini mengalir begitu saja dari mulut ke mulut. Mereka itu bila ditanya warga tinggal dimana, dia langsung menyebutnya dengan nama Dusun Besar itu.

Mantan Lurah Dusun Besar, Arman Jihad yang ditemui Radar Bengkulu di ruang kerjanya kemarin mengatakan bahwa luas wilayah ini ada 277 hektare. Jumlah penduduknya 5.345 jiwa dengan 2280 Kepala Keluarga. Daerah yang letaknya sebelah utara berbatasan dengan Semarang dan Surabaya, selatan dengan Lingkar Timur, Barat dengan Panorama dan Semarang serta timur dengan Padang Nangka itu terdiri dari 21 Rukun Tetangga dan 6 Rukun Warga.

Di daerah ini terdapart cagar alam Danau Dusun Besar yang luasnya ada sekitar 20 hektare. Di seputaran danau ini dibangun irigasi pada zaman Belanda yang bisa mengaliri ratusan hektare sawah warga. Sehingga warga bisa panen dua kali dalam setahun.

Penduduk warga di daerah ini adalah suku Lembak dan para pendatang. Mereka itu memiliki mata pencaharian sebagai petani, pedagang, pegawai, buruh. 

Warga didaerah ini selalu merawat Danau Dendam Tak Sudah sebagai kawasan wisata. Mereka tak ingin kawasan ini dirusak oleh siapapun. Bahkan, warga juga tak ingin kawasan ini dilalui oleh truk batu bara. Sebab, mereka takut bisa merusak jalan dan akhirnya merusak kelestarian Danau Dendam Tak Sudah tersebut.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan