Menyempurnakan Ibadah Puasa Ramadan dengan Zakat Fitrah
Madsani, S.Ag--
Zakat fitrah mempunyai ketentuan khusus dibandingkan dengan zakat maal. Zakat maal memiliki ketentuan khusus dari jumlah, jenis, serta masa kepemilikan harta, yang sering disebut dengan nisab, haul, dan tamakkunnya harta. Sedangkan zakat fitrah tidak mengenal ketentuan tersebut.
Zakat fitrah menjadi penyempurna puasa Ramadan. Rasulullah SAW, mengumpamakan bahwa pahala puasa itu masih tergantung antara langit dan bumi, dan belum sampai ke Hadirat Allah SWT, sampai dikeluarkan zakat fitrahnya.
Artinya, "(Puasa pada) bulan Ramadan digantungkan antara langit dan bumi, tidak diangkat pada Allah kecuali dengan zakat fitrah."
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Terkait dengan kewajiban menunaikan zakat, Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat An-Nur ayat 56:
Artinya, “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.”
Dalam ayat ini, jelas disebutkan bahwa ibadah zakat merupakan sebuah perintah. Sebagai makhluk dan hambanya, perintah yang diberikan Allah SWT kepada kita menunjukkan sebuah kewajiban yang wajib dipatuhi dan dikerjakan. Kewajiban zakat memiliki dua dimensi ibadah. Selain dimensi vertikal sebagai kewajiban kepada Allah SWT, zakat juga memiliki dimensi horizontal dalam bentuk memberikan harta yang dimiliki karena di dalamnya terdapat hak-hak orang lain.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumiddin, menjelaskan tiga hakikat makna dan tujuan dari kewajiban berzakat. Pertama, mengeluarkan zakat mampu menjadi wujud totalitas kecintaan kita kepada Allah SWT. Totalitas dalam mencintai akan memunculkan komitmen kuat untuk tidak akan menduakan yang kita cintai dengan ke-Esa-an Allah, maka zakat akan semakin menyempurnakan keimanan kita untuk tidak akan menduakan Allah dan menguatkan bahwa Dia lah satu-satunya yang berhak untuk disembah. Sehingga esensi dari zakat adalah melepaskan hal yang dicintai untuk mengukuhkan ketauhidan kepada Allah SWT.
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Hakikat zakat kedua menurut Imam al-Ghazali adalah sebagai ikhtiar untuk membersihkan diri dari berbagai sifat negatif khususnya sifat kikir atau pelit. Sifat buruk ini bisa diobati dengan membiasakan diri mengeluarkan zakat. Karena zakat pun bermakna membersihkan hati dari hawa nafsu. Kita juga sebenarnya tak perlu khawatir jika ketika memberikan harta kepada orang lain kemudian harta kita akan berkurang. Pada hakikatnya, orang yang memberikan hartanya untuk hal-hal yang diperintahkan oleh Allah SWT akan dilipat gandakan lebih dari yang ia berikan. Allah berfirman :
Artinya: “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah ayat 261).