'RUNTUHNYA' INTEGRITAS MORAL PENJAGA BENTENG KEADILAN

'RUNTUHNYA' INTEGRITAS MORAL PENJAGA BENTENG KEADILAN-Ist-

- Pengetahuan  

Dari hasil penelitian dan kajian setidaknya dapat diketahui faktor penyebab utama terjadinya perilaku koruptif dengan berbagai bentuk berasal dari faktor internal dan eksternal dan jika dikorelasikan dengan pendapat Jack Bologna yang dikenal dengan teori GONE secara substansi penyebabnya adalah keserakahan dan tidak pernah puas. Menurut pendapat Jack Bologna faktor utama penyebab terjadinya perilaku koruptif meliputi antara lain :

1. Greedy atau keserakahan

2. Opportunity atau kesempatan

3. Need atau kebutuhan

4. Exposure atau pengungkapan

Faktor-faktor diatas lalu saling bersilangsekarut karena perilaku serakah tidak akan menyebabkan korupsi ketika ketiadaan kesempatan yang dimiliki, demikian pula sebaliknya dengan faktor kebutuhan seseorang dimana seseorang cukup puas dengan apa yang dimiliki tanpa harus mengikuti hawa nafsu dalam memenuhi kebutuhan dia dan keluarganya tentu tidak akan melakukan hal yang bersifat koruptif. Dalam praktek perilaku koruptif tidak hanya terjadi pada masyarakat umum namun juga telah menyebar dan seakan menjadi  budaya pada para pemimpin atau pejabat publik. 

Dalam konteks korupsi dugaan suap dan gratifikasi kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) industri kelapa sawit yang melibatkan 7 orang tersangka setidaknya disebabkan adanya faktor kesempatan dan kebutuhan yang diperparah dengan perangai serakah dan tidak pernah puas. Tentu argumen ini termanifestasi pada besarnya nilai nominal uang korupsi sebesar 60 Milyar yang diakui oleh tersangka serta adanya barang bukti berupa kendaraan mewah baik berupa mobil jenis Ferrari hingga Nissan GTR dan motor gede (moge) yang disita oleh Penyidik pada Kejaksaan Agung. Sebagai gambaran sederhana jika dikomparasi nilai uang 60 Milyar terhadap peruntukan anggaran bagi masyarakat miskin atau tidak mampu yang senilai 5 juta/perkara maka setidaknya ada 12.000 perkara masyarakat miskin yang mendapatkan manfaat atas permasalahan hukum yang dihadapi, tentu sebuah angka yang cukup lumayan untuk menunjukan Negara hadir dalam menjawab problem-problem hukum kaum miskin sesuai perintah Undang-Undang No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Selain itu faktor lingkungan dan gaya hidup yang hedonis menjadi faktor pemicu sehingga simbol-simbol kemewahan dalam bentuk kendaraan dan atribut barang mewah lainnya seakan sengaja dipertontonkan untuk menunjukkan kasta sebagai orang yang sukses (high class) dan terpandang dilingkungan atau komunitasnya, meskipun cara mendapatkan simbol kemewahan tersebut dengan menghalalkan segala cara termasuk menerapkan prilaku koruptif.  

 

UPAYA HUKUM ATAS PUTUSAN ONSLAG

Lantas apa upaya yang harus ditempuh terhadap adanya putusan onslag atau lepas dari segala tuntutan hukum Majleis Hakim perkara 3 Korporasi tersebut ? Dalam praktek penanganan perkara oleh Pengadilan yang bermuara pada adanya suatu putusan atas dugaan tindak pidana oleh seseorang setidaknya dikenal 3 bentuk putusan yakni :

1. Putusan Bebas (diatur Pasal 191 ayat 1 KUHAP)

2. Putusan Lepas (diatur Pasal 191 ayat 2 KUHAP)

3. Putusan Pemidanaan (diatur Pasal 193 ayat 1 KUHAP)

Dari 3 bentuk putusan diatas dalam perkara ini Majelis Hakim pada 19 Maret 2025 bersepakat bulat memutuskan ke 3 terdakwa korporasi dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum atau onslag van recht vervolging meskipun terhadap unsur yang didakwakan dianggap terbukti memenuhi unsur namun hal itu bukan merupakan suatu tindak pidana, hal mana diatur dalam ketentuan Pasal 191 ayat 2 KUHAP padahal Penuntut Umum pada tuntutan menyatakan terbukti perbuatan para korporasi dan masing-masing dituntut membayar sejumlah uang denda dan uang pengganti dan jika tidak dibayarkan maka ada sita dan pidana penjara terhadap Direktur serta pengendali korporasi yang bervariasi. Oleh karena putusan diputuskan pada pengadilan tingkat pertama tentu putusan 3 korporasi belum dapat dikatakan inckraht atau berkekuatan hukum tetap namun masih terdapat upaya hukum yakni kasasi mengacu ketentuan Pasal 244 KUHAP Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi No.114/PUU-X/2012 dan upaya kasasi demi kepentingan hukum oleh Jaksa Agung sebagaimana ketentuan Pasal 259 KUHAP dan haqqul yakin upaya ini diambil oleh Penuntut Umum.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan