Pelajaran Penting Isra' Mikraj

M. Sururi, M.H.I-dok/RADAR BENGKULU-
Khatib : Sururi, M.H.I
Disampaikan di : Masjid Besar Al Amin, Jalan RE Martadinata Kelurahan Kandang, Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu
Hadirin yang mulia, saat ini kita sedang berada di minggu akhir di bulan Rajab. Mungkin ada yang belum puasa, silakan menyempatkan untuk melaksanakannya. Karena telah maklum bahwa Rajab adalah bulan mulia. Nabi Muhammad SAW dalam memperhatikan bulan Rajab sampai memanjatkan doa yang sebagaimana diriwayatkan oleh Anas Ibn Malik dalam Musnad Ahmad yang artinya:
''Ya Allah, semoga Engkau memberkahi kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, semoga Engkau pertemukan kami dengan bulan Ramadan.''
Seolah-olah Rajab merupakan persiapan awal untuk menyambut bulan Ramadan. Ia menjadi tonggak dari rangkaian ibadah-ibadah penting pada bulan yang jatuh setelahnya, yaitu bulan Sya’ban dan Ramadan.
Hadirin yang Dirahmati Allah SWT
Sebagaimana kisah yang telah masyhur, pada bulan Rajab juga terdapat peristiwa ajaib dan mengagumkan, berupa Israk wal Mikraj, perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram sampai Masjidil Aqsha. Kemudian, menuju Sidratul Muntaha.
Berikut beberapa kisah yang dapat kita petik dari cerita Israk dan Mikraj tersebut.
Pertama ; Penguatan Keimanan
Israk dan Mikraj ialah perkara yang haq karena sharih (sangat jelas dan eksplisit) disebutkan dalam Al-Qur’an. Yaitu, sebuah kejadian yang pasti terjadi, pasti benar, tak ada keraguan sama sekali meskipun akal manusia tidak dapat menjangkau.
Semua hal aneh ini terjadi dalam rangka menguji dan mengukur ketebalan iman seseorang. Sebab, manusia tersesat adalah orang yang hanya mengukur sebuah kebenaran hanya bersandar pada akal semata. Kita harus menghindari arus pemikir yang hanya membanggakan akal dengan mengesampingkan kekuatan Allah SWT yang lain. Karena tidak mustahil jika pola pikir demikian dilestarikan akan menjadikan ajaran agama yang tidak cocok dengan akal akan ditolak dan diingkari, na’udzubillahi min dzalik.
Padahal model demikian adalah cara pandang iblis. Iblis itu disifati dengan: Makhluk yang pertama kali mengukur kebenaran agama dengan akalnya sendiri.
Kedua ,Pensucian Hati
Sebelum Nabi Muhammad SAW menghadap Allah SWT (Mikraj), beliau dibedah dadanya, dibersihkan hatinya meskipun hati Nabi sebenarnya sudah pasti bersih karena beliau ma’shum (suci dari dosa).
Sebagaimana yang ditulis pengarang Simthut Durrar, Habib Ali Al Habsyi yang artinya: ''Malaikat tidak menghilangkan kotoran dari hati Nabi, tetapi agar hati yang suci semakin menjadi suci.''