Cerpen: Sang Piatu

Lathifah Khairun Nisa--

Karya Lathifa Khairun Nisa

RADAR BENGKULU - Dahulu kala hiduplah seorang pemuda biasa di pinggiran kerajaan kecil. Pemuda itu dijuluki Sang Piatu. Dijuluki Sang Piatu tentu saja karena dia sudah tidak memiliki orang tua.

Sejak kecil Sang Piatu sudah tinggal di gubuk kecil bersama neneknya yang sudah sangat tua. Kulit neneknya sudah berkeriput dan seluruh rambutnya sudah berwarna putih.

Mereka berdua hidup digubuk itu dengan keadaan serba kekurangan. Sang Piatu dan nenek biasanya hanya memakan singkong rebus untuk makanan pokok dan untuk lauk Sang Piatu biasanya mengambil sayur-sayuran yang tumbuh disekitar sungai yang tidak jauh dari gubuk mereka.

Bagaimana dengan daging? Apa mereka tidak memakan daging? Bisa merasakan alotnya daging adalah sebuah anugrah bagi mereka. Mereka hampir tidak pernah memakan daging tentu saja karena mereka tidak mampu membelinya. Lalu apakah Sang Piatu tidak berburu?

Ya, Sang Piatu terlalu lemah dan takut untuk berburu. Ia tidak bisa menyeimbangi langkah hewan-hewan berkaki empat itu. Ditambah lagi dengan ancaman hewan-hewan buas yang ada disana. Membayangkannya saja bulu kuduk Sang Piatu sudah berdiri.

Sang Piatu merupakan seorang bujang tua. Gadis mana yang ingin menikah dengan pemuda penakut dan miskin. Bahkan tidak hanya itu, jika ada gadis yang ingin menikah dengannya, maka ia juga harus ikut mengurus nenek tua bangka yang tentu saja akan sangat merepotkan.

Pada suatu sore, saat nenek tengah kesulitan mengunyah lembutnya singkong rebus dengan giginya yang tak tersisa banyak, ia menghembuskan nafas kasar.

“Hayy....idang aghi makan bekayu ghebus sajau ni, kablikak patah galau gigi ni. Amau ndak nunggukah cucung ni galak njeghat, nidau kepacak agi makan anyigh tini,” ujar nenek menyinggung Sang Piatu yang tengah duduk santai di halaman rumah.

“Nah kemulai agi dighini, arau amau ndak nian nik, aku pagi ke berangkat nyughuki ayam bekukuk. Tunggulah ajau pagi nik, kubatakkah burung besak sutik pagi, makanlah dengan gighi pepuas,” jawab Sang Piatu langsung mengiyakan permintaan Nenek.

Esok harinya pagi-pagi sekali sang Nenek sudah selesai memasak makanan seadanya. Lalu membangunkan Sang Piatu.

“Uy Sang Piatu, bangunlah nasi gulai lah masak.”

Sang Piatu langsung bangun saat mendengar suara Nenek.

Pagi itu Sang Piatu pun pergi ke hutan untuk berburu. Ia menyebar 7 jerat di berbagai tempat di hutan. Setelah memasang jerat, Sang Piatu pun beranjak pulang.

Tag
Share