RADAR BENGKULU - Di tengah berlangsungnya tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2024, sektor pendidikan di Provinsi Bengkulu menjadi sorotan. Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA/SMK se-Provinsi Bengkulu secara tegas meminta agar pendidikan jangan dipolitisasi demi kepentingan tertentu.
Mereka menekankan bahwa isu-isu pendidikan seharusnya dibahas dengan solusi, bukan sebagai bahan kampanye politik yang justru menambah polemik.
Pernyataan ini mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu dengan perwakilan MKKS SMA/SMK dari sepuluh kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu pada Rabu, 6 November 2024.
Pertemuan ini dipimpin oleh Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Putra Sembiring, SH, yang menyampaikan bahwa kedatangan perwakilan MKKS bertujuan untuk meluruskan sejumlah isu yang telah mencuat dalam publik.
Menurut Usin, sektor pendidikan kerap dijadikan "kambing hitam" dalam debat publik, yang sayangnya berpotensi merugikan lembaga pendidikan dan para pelajar. Salah satu isu yang belakangan menjadi sorotan adalah terkait penahanan ijazah siswa. Dalam debat publik, ada tuduhan bahwa sekolah menahan ijazah siswa karena alasan administrasi. Namun, perwakilan MKKS memastikan bahwa penahanan ijazah ini tidak sepenuhnya benar.
BACA JUGA:Jaringan Tertata dan Masif, Basis Pendukung Militan, Rohidin-Meriani Menang
BACA JUGA:Asah Keberanian dan Kreativitas, Dinas Perpustakaan Gelar Lomba Bercerita
“Banyak ijazah siswa yang masih berada di sekolah bukan karena ditahan, tetapi karena siswa belum memenuhi beberapa persyaratan seperti pengecapan tiga jari atau menyerahkan foto,” ungkap Usin.
Selain itu, ada juga kasus dimana siswa yang telah lulus kuliah atau bekerja menggunakan Surat Keterangan Lulus (SKL), tetapi belum mengambil ijazahnya. Usin menambahkan bahwa kondisi tersebut sering kali dimanfaatkan dalam isu politik.
“Fakta-fakta yang sebenarnya sering kali dikesampingkan, dan sebaliknya, kondisi ini dijadikan sebagai komoditas politik, sehingga akhirnya sekolah yang menjadi korban dalam isu ini,” ujarnya.
Di sisi lain, MKKS mengungkapkan tantangan lain dalam pendidikan, yaitu minimnya dana operasional yang diperoleh dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana ini, menurut mereka, belum mampu mencukupi kebutuhan sekolah dalam menunjang proses belajar mengajar. Usin mengakui bahwa sejumlah sekolah tidak memiliki anggaran pembangunan, sehingga jika ingin mendapatkan fasilitas tambahan, mereka harus mengajukan proposal ke Kementerian Pendidikan.
BACA JUGA:Penyanyi Tegar Septian Meriahkan Penutupan Gebyar Pilar-Pilar Sosial di Bengkulu
BACA JUGA:Teh Tarik Jodi Khas Solo Sajikan Sensasi Rasa Yang Nikmat Sekali
“Anggaran BOS yang ada saat ini sangat terbatas, dan untuk pembangunan, sekolah-sekolah harus mengajukan ke Kementerian melalui sistem yang ada. Hal ini membatasi sekolah dalam melakukan pembangunan secara mandiri,” kata Usin.
Ia juga membantah adanya tudingan soal pungutan liar yang dilakukan pihak sekolah, dan menyebut bahwa pihak sekolah hanya membuka ruang untuk bantuan dari masyarakat atau perusahaan yang ingin mendukung pendidikan.