radarbengkulu.bacakoran.co - Anjing adalah salah satu binatang yang sering dijauhi oleh mayoritas umat Islam, di antara alasannya adalah terkait dengan cara menyucikan najisnya.
Menurut Madzhab Syafi‘i, menyucikan diri setelah berinteraksi dengan anjing lebih sulit karena anjing termasuk najis mughaladzah. Lalu bagaimana jika seorang Muslim memelihara anjing?
Dilansir dari https:/kemenag.go.id mengenai hal ini, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa seorang Muslim yang memelihara anjing tanpa sebab tertentu dapat dikurangi pahalanya sebagaimana hadits riwayat Imam Muslim:
BACA JUGA:Pemkab Bengkulu Utara Gelar Rapat Forum Komunikasi dan Adendum Rencana Kerja Bersama BPJS
BACA JUGA:APBD Perubahan 2024, Akan Ada 40 Unit RTLH Yang Mendapatkan Bantuan
وفي رواية لمسلم من اقتنى كلبا ليس بكلب صيد، ولا ماشية ولا أرض، فإنه ينقص من أجره قيراطان كل يوم
“Dalam riwayat Muslim Rasulullah SAW bersabda: ‘Siapa saja yang memelihara anjing bukan anjing pemburu, penjaga ternak, atau penjaga kebun, maka pahalanya akan berkurang sebanyak dua qirath setiap hari.’”
Dari hadits ini, ulama berbeda pendapat perihal seorang Muslim yang memelihara anjing. Ulama Madzhab Syafi’i menarik kesimpulan bahwa seorang Muslim haram memelihara anjing tanpa hajat tertentu. Imam Nawawi menjelaskan, seorang Muslim hanya boleh memelihara anjing untuk sejumlah keperluan berikut ini:
وأما اقتناء الكلاب فمذهبنا أنه يحرم اقتناء الكلب بغير حاجة ويجوز اقتناؤه للصيد وللزرع وللماشية وهل يجوز لحفظ الدور والدروب ونحوها فيه وجهان أحدهما لا يجوز لظواهر الأحاديث فإنها مصرحة بالنهى الا لزرع أو صيد أو ماشية وأصحها يجوز قياسا على الثلاثة عملا بالعلة المفهومة من الاحاديث وهى الحاجة
“Adapun memelihara anjing tanpa hajat tertentu dalam madzhab kami adalah haram. Sedangkan memeliharanya untuk berburu, menjaga tanaman, atau menjaga ternak, boleh. Sementara ulama kami berbeda pendapat perihal memelihara anjing untuk jaga rumah, gerbang, atau lainnya. Pendapat pertama menyatakan tidak boleh dengan pertimbangan tekstual hadits. Hadits itu menyatakan larangan itu secara lugas kecuali untuk jaga tanaman, perburuan, dan jaga ternak. Pendapat kedua (ini lebih shahih) membolehkan dengan memakai qiyas atas tiga hajat tadi berdasarkan illat yang dipahami dari hadits tersebut, yaitu hajat tertentu,” (Imam An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi an-Nawawi, [Beirut, Mu’assasatul Qurtubah: 1994 M/1414 H], cetakan VIII, juz X, halaman 340).