Aksi damai tersebut juga dilengkapi dengan aksi teatrikal. Para jurnalis berjalan mundur dari simpang Masjid Raya Baitul Izzah menuju Kantor DPRD Provinsi Bengkulu sambil mengusung keranda bertuliskan “Mayat Kebebasan Pers” dan “KPI Tidak Sadar Diri.”
Hal ini seperti menyampaikan bahwa demokrasi di negeri ini mengalami kemunduran. Sedangkan keranda menandakan bahwa kebebasan pers telah mati.
Pembungkaman kebebasan berekspresi melalui ancaman kabar bohong dan pencemaran nama baik juga dituangkan pada Pasal 50B ayat 2K. Padahal, Mahkamah Konstitusi RI telah membatalkan pasal berita bohong yang menimbulkan keonaran sebagaimana pada pasal 14 dan pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 serta Pasal 310 ayat (1) tentang pencemaran nama baik yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada 21 Maret 2024.
“RUU Penyiaran ini juga menghapus pasal 18 dan 20 dari UU Penyiaran No 32/2002, yang mana pasal-pasal ini membatasi kepemilikan TV dan radio. Ini akan mempermulus penguasaan TV dan radio pada konglomerasi tertentu saja,” tambah Koordinator lapangan aksi, Romi Julianda.
Dalam aksi tersebut, massa berharap mendapat dukungan dari KPID Bengkulu dan DPRD Provinsi Bengkulu.
Komisioner KPID Provinsi Bengkulu, Dedi Zulmi, menyatakan bahwa pihaknya akan menyampaikan tuntutan tersebut ke KPI Pusat. Namun seluruh Anggota KPID menolak untuk menandatangani tuntutan para peserta aksi.
“Kami akan menyampaikan tuntutan teman-teman ke KPI Pusat, yang mungkin punya ruang berbicara atau dipanggil oleh DPR RI melalui Badan Legislasi. Pembahasan masih sangat panjang dan informasinya Ketua Banleg DPR RI akan menunda pembahasan Undang-undang ini,” ujar Dedi.
Sementara itu, di DPRD Provinsi Bengkulu, aksi massa dijumpai Ketua Komisi III, Tantawi Dali, dan Anggota Komisi II DPRD Provinsi Bengkulu, Suimi Fales. Namun yang bersedia membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk dukungan terhadap penolakan RUU Penyiaran tersebut untuk ditinjau ulang, hanya Suimi Fales.
Aksi damai ini menegaskan komitmen jurnalis di Bengkulu dalam memperjuangkan kebebasan pers dan hak publik atas informasi, serta menolak regulasi yang dianggap mengancam prinsip-prinsip dasar demokrasi dan kebebasan berekspresi.