RADARBENGKULU.BACAKORAN.co – Polemik mengenai aset Yayasan Semarak Bengkulu terus bergulir tanpa adanya titik terang. Status aset bangunan yayasan tersebut kini menjadi sorotan setelah masuk dalam daftar temuan Badan Pengawas Keuangan (BPK). Hingga kini, baik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu maupun pihak Yayasan Semarak Bengkulu belum menemukan solusi untuk menyelesaikan masalah ini.
Ketua Yayasan Semarak Bengkulu, Tarmizi, menyatakan, sesuai dengan aturan yang berlaku, Yayasan Semarak tidak dapat lagi dikelola oleh pemerintah atau kepala daerah sebagai pengurus.
"Kita ikuti saja aturan. Karena, undang-undang telah menyatakan pemerintah atau kepala daerah tidak bisa lagi terlibat dalam kepengurusan yayasan," kata Tarmizi.
Namun, aset Yayasan Semarak selalu menjadi temuan BPK yang harus diselesaikan oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu.
"Ke depan akan ada pembahasan lanjutan. Karena, ini baru pertama kali bertemu soal aset Yayasan Semarak. Semoga ke depan bisa selesai dan kami sebagai pelaksana pendidikan pada yayasan bisa lepas," ujarnya.
BACA JUGA:Penutupan Popda SE-Provinsi Bengkulu: Kota Bengkulu Juara Sepak Bola
BACA JUGA:Penilaian Percepatan Penurunan Stunting di Provinsi Bengkulu Dilakukan Secara Virtual
Tarmizi menambahkan, pihaknya tengah berupaya menyatukan persepsi dengan Pemprov Bengkulu. Yayasan Semarak mengelola tujuh unit aset pendidikan. Antara lain Universitas Prof. Dr. Hazairin (Unihaz) Bengkulu, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Bengkulu, Pondok Pesantren Pancasila Bengkulu, SMKS 1 dan SMKS 2 Bengkulu, serta Sekolah Dasar Terpadu Islam (SDIT) di Kabupaten Rejang Lebong dan Arga Makmur, Bengkulu Utara.
"Semua aset di bawah naungan Yayasan Semarak sudah bersertifikat, kecuali SMKS 2 Bengkulu," jelas Tarmizi.
Hingga saat ini, polemik aset tersebut hanya terjadi pada bidang pendidikan yang dikelola Yayasan Semarak.
Sementara itu, Gubernur Bengkulu, Prof. Dr. Rohidin Mersyah MMA, menjelaskan bahwa Yayasan Semarak awalnya dibentuk oleh Pemprov Bengkulu bersama tiga bupati dan walikota Bengkulu pada masa lalu. Polemik ini muncul kembali akibat perubahan nama dan statuta Yayasan Semarak tanpa melibatkan Pemprov Bengkulu.
"Perubahan nama statuta Yayasan Semarak ini terjadi tanpa melibatkan Pemprov Bengkulu, yang dulunya terdaftar atas nama pemerintah," ujar Rohidin.
Perubahan tersebut menimbulkan masalah. Karena, Yayasan Semarak mengelola banyak instansi dan lembaga. Akibatnya, aset-aset yang dulunya terdaftar atas nama Pemprov Bengkulu kini berubah nama menjadi milik pihak tertentu. Sehingga BPK mencatatnya sebagai temuan.
"Banyak aset yang dulunya terdaftar sebagai aset Pemprov Bengkulu kemudian berganti nama. Inilah yang menjadi temuan BPK," jelas Rohidin.
BACA JUGA: Petani Hadapi Dilema dan Tantangan Berat di Tengah Harga Tinggi dan Pupuk Palsu