RADAR BENGKULU - Penerapan sistem barcode untuk pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi kembali menuai sorotan. Kebijakan yang digadang-gadang mampu menekan penyalahgunaan distribusi BBM ini justru dinilai melahirkan celah baru yang tak kalah problematis.
Kritik tajam salah satunya datang dari Ketua Bidang Angkutan Orang DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda), Kurnia Lesani Adnan, yang juga Direktur Utama PT SAN Putera Sejahtera, perusahaan yang menaungi PO Siliwangi Antar Nusa (SAN).
Dalam keterangannya pada Selasa (18/11/2025), Sani—sapaan akrabnya—menyebut sistem barcode tersebut justru membuka peluang bagi praktik curang yang dilakukan oknum tertentu di lapangan. Menurutnya, mekanisme itu belum menyentuh akar persoalan distribusi BBM bersubsidi yang selama ini kerap disalahgunakan.
“Alih-alih mempersempit ruang penyalahgunaan, sistem barcode ini justru bisa melahirkan oknum-oknum bermental buruk yang memanfaatkan celah dari sistem tersebut.”
BACA JUGA:Lengkapi Berkas, Polda Sita Mobil Mewah Milik Tersangka Suap Perumda Tirta Hidayah
BACA JUGA:Ini Daftar Lengkap Kuota Haji 2026 per Provinsi: Bengkulu 1.354 Jamaah
Ia mengungkapkan, praktik penyimpangan dalam proses pembelian BBM bersubsidi tanpa barcode sudah menjadi rahasia umum di kalangan operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Dengan imbalan sejumlah uang, masyarakat yang tak memiliki barcode disebut tetap bisa menikmati BBM bersubsidi.
“Dalam artian, ketika masyarakat yang tak memiliki barcode memberikan sejumlah uang pada operator SPBU, pengisian tetap bisa dilakukan. Itu bukan cerita baru,” sindirnya.
Selain kerentanan terhadap manipulasi, Sani menyebut sistem barcode juga memiliki kelemahan teknis. Ia menerima laporan terbaru dari Sumatera Utara mengenai barcode error yang membuat pengisian BBM tersendat. Namun, respons Pertamina dinilai tidak cepat dan tidak menyentuh perbaikan secara menyeluruh.
“Pertamina saat barcode error malah tidak bisa menyelesaikannya secara masif. Responnya lambat, dan konsumen hanya diminta menghubungi layanan 165,” ungkapnya.
Kondisi ini, menurutnya, menambah deretan masalah dari kebijakan yang seharusnya menyederhanakan mekanisme penyaluran subsidi.
Sani menilai, jika tujuan utama pemerintah adalah mengontrol dan menekan beban subsidi, langkahnya seharusnya tidak serumit penerapan barcode.
Ia mengusulkan agar BBM bersubsidi difokuskan hanya untuk kendaraan angkutan umum bermotor (KBM) dengan plat kuning yang terdaftar aktif.
Menurutnya, pendekatan berbasis data kendaraan akan jauh lebih efektif dan tidak rentan terhadap manipulasi.
“Samsat di seluruh Indonesia sudah menggunakan sistem online. Cukup koneksikan saja sistemnya dengan SPBU. Operator bisa memeriksa status STNK kendaraan. Yang STNK mati, tidak berhak mendapat BBM bersubsidi,” paparnya.