Namun, ia mengakui popularitas rangin mulai meredup seiring tren kuliner modern.
Meski demikian, ia tetap percaya diri dengan peruntungannya asalkan tetap menjaga kualitas.
“Saya jaga rasa dan harganya tetap terjangkau, hanya Rp 2.000 saja,” kata Pak Slamet optimis.
Saat ini, pihaknya juga menerima pesanan melalui aplikasi pesan singkat untuk mengikuti perkembangan zaman.
Bagi pembelinya, kue rangin bukan hanya sekedar makanan namun juga menjadi kenangan masa kecil.
“Saya belikan untuk anak-anak agar mereka tahu masakan tradisional kami,” jelas Ibu Rini (38 tahun), salah satu pelanggan setianya.
Ardi (21 tahun), seorang pelajar, awalnya mengira rangin sudah ketinggalan zaman. “Ternyata enak sekali, saya sering membelinya kalau lewat,” ungkapnya.
Pak Slamet berharap generasi muda turut melestarikan rangin agar tradisi tersebut tidak hilang. “Kalau bukan kita yang mengurusnya, siapa lagi?” katanya penuh harap.