RADAR BENGKULU, JAKARTA -- Sebagai lembaga yang bertugas untuk mengatur pengawasan keuangan digital, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi salah satu pihak yang paling rajin dalam memberantas judi online (judol) di Indonesia.
Seperti dikutip dari laman DISWAY.ID, hingga saat ini, OJK sudah melakukan pemblokiran kepada lebih dari 8.000 rekening yang terindikasi terlibat dalam aktivitas judol.
Untuk hal ini, OJK juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk melacak serta menyelidiki jejak para pelaku judol.
"OJK telah meminta perbankan untuk melakukan pemblokiran terhadap 8.000 rekening yang berasal dari data Kementerian Komunikasi dan Digital. Kita juga meminta perbankan untuk menutup rekening tersebut," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam keterangan tertulis resminya pada Rabu, 13 November 2024.
Menurut Ekonom sekaligus Pengamat Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jakarta, Achmad Nur Hidayat, pemberantasan judi online sebenarnya tidaklah sulit jika dilihat dari sisi teknis.
BACA JUGA:Pejabat BPK Ditetapkan KPK Sebagai Tersangka Kasus Suap Jalur Kereta
BACA JUGA:Enggan Tanggapi, Dugaan Mobilisasi Kepsek dan Guru di Kota Bengkulu untuk Dukung Paslon Wali Kota
Namun pada kenyataannya, berbagai contoh penyalahgunaan kekuasaan menunjukkan bahwa sistem pemberantasan ini belum solid dan cenderung rentan untuk dikorupsi. Hal ini tidak terkecuali dengan judol.
“Banyak pelaku bisnis judi online memanfaatkan peran pejabat untuk membantu operasional mereka, bahkan dengan menggunakan jaringan rekening dan pengelolaan keuangan yang rapi,” tutur Achmad saat dihubungi oleh Disway pada Rabu 13 November 2024.
Dalam upaya mengatasi hal ini, Achmad menilai perlunya penegakan hukum yang transparan, dengan keterlibatan berbagai pihak independen yang memantau jalannya proses hukum.
Menurutnya, hal ini dapat dilakukan dengan memastikan bahwa pihak-pihak yang berwenang memiliki integritas tinggi dan diawasi oleh komisi atau lembaga independen yang berwenang memeriksa tindakan aparat penegak hukum.
“Perlu adanya sanksi yang keras dan tegas terhadap mereka yang terbukti terlibat, baik dalam bentuk pemecatan, pencabutan hak pensiun, atau hukuman pidana berat,” jelas Achmad.