Tiga Presiden

Tiga Presiden-Disway--

"Ia itu kini jadi kiblat," ujar salah satu politisi ketika melihat saya akan menyalami Muzani. "Kiblat baru," jawab saya sambil menyodorkan tangan padanya. Tentu saya kenal Muzani.

Meja makan hari itu, kata Fadel, menjadi meja komunikasi antara Bu Mega dengan Muzani. Artinya: antara PDI-Perjuangan dengan Prabowo Subiyanto. Mega, kata Fadel, banyak memberi saran agar Muzani menyampaikannya ke Prabowo. Komunikasi pun terjalin. Kita akan lihat apakah komunikasi meja makan itu akan berlanjut ke susunan kabinet.

Waktu acara serupa dengan keluarga Pak Harto, yang berpidato mewakili keluarga adalah putri sulung: Mbak Tutut. Juga pakai teks. Baru sepertiga terbaca Mbak Tutut sesenggukan. Menahan tangis. Tidak mampu lagi berpidato.

Sambil menahan tangis mbak Tutut memanggil adiknya: Mbak Titiek, yang dulu istri Prabowo.

Awalnya Titiek tetap di tempat duduk. Setelah Mbak Tutut memanggilnya lagi sampai tiga kali Titiek berdiri. Menuju podium.

Mbak Tutut tetap di podium. Sedikit bergeser. Teks pidato tetap dia pegang. Titiek meneruskan pidato itu tanpa teks.

Titiek, kata Fadel, kelihatan sangat cantik dan bercahaya. "Seperti menemukan cinta baru?" tanya saya mencari deskripsi.

Tiga presiden sudah direhabilitasi nama baik mereka. Bung Karno dalam kaitan dengan politik, Pak Harto dalam kaitan KKN, dan Gus Dur soal konstitusi.

Tujuan utamanya, seperti kata Bambang Soesatyo, agar terjadi rekonsiliasi nasional.

"Berarti Bu Mega juga sudah bisa rekonsiliasi dengan Pak SBY?” tanya saya.

"Kan sudah," ujar Fadel. "Anak Bu Mega sudah sering bertemu anak Pak SBY," tambahnya.

Rekonsiliasi memang sering pelan-pelan. Pun antara suami istri. Apalagi ini tingkat negara. Negara kadang dianggap seperti keluarga.(Dahlan Iskan)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan