Tiga Presiden
Tiga Presiden-Disway--
Saya pilih menu empal gentong. Enak sekali. Sampai tambah satu mangkuk lagi.
Saya tidak malu dengan Mbak Yenny Wahid di kanan saya. Juga pada Fadel Muhammad di kiri saya.
Ruang makan di gedung MPR Senayan itu tidak penuh. Saya bisa pindah-pindah meja. Dari meja empal gentong ke meja Mbak Yenny.
Tokoh-tokoh lain pilih langsung pulang. Acara penyerahan putusan MPR ke keluarga Presiden Abdurrahman Wahid memang sudah selesai. Tinggal makan-makan.
Saya perlu makan agak lama agar mendapat bahan tulisan ini lebih lengkap.
Saya pun bisa bertanya ke Mbak Yenny: soal justru Partai Kebangkitan Bangsa yang usul agar Tap MPR yang berisi pelengseran Gus Dur dicabut.
"Memang bagi kami itu ganjalan besar sih. Kelak bisa dikapitalisasi PKB di akar rumput," ujar Mbak Yenny. "Padahal masalah kami dengan PKB belum selesai," tambahnya.
Saya juga lama tidak bertemu Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Saya sengaja pilih satu lift dengan mantan ketua umum Partai Keadilan Sejahtera itu.
Dari cerita Nur Wahid saya baru tahu bagaimana asal-usul pencabutan tiga Tap MPR sekarang ini.
Awalnya pimpinan MPR menerima surat dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly. Itu sekitar dua minggu sebelum Laoly diganti. Isinya: minta Tap MPR yang menyatakan Presiden Bung Karno terlibat G30S/PKI dicabut.
Dari situlah lantas Golkar dapat ide untuk juga mengirim surat ke pimpinan MPR: agar Tap MPR yang berisi Presiden Soeharto terlibat korupsi dan KKN ikut dicabut.
Lalu PKB juga kirim surat serupa. Isinya: agar Tap MPR yang berisi Presiden Gus Dur melanggar konstitusi dicabut.
Pimpinan MPR pun berunding. Rapat dipimpin Ketua MPR Bambang Soesatyo.
Saat itulah Wakil Ketua MPR asal PDI-Perjuangan Ahmad Basarah usul: bagaimana kalau ia melapor dulu ke Megawati Soekarnoputri. Ia akan membicarakan surat Yasonna itu ke ketua umum PDI-Perjuangan lebih dulu.