Luar Dalam Oleh Dahlan Iskan

--

LIHATLAH sirkuit Mandalika. Ketika lagi tidak ada MotoGP. Lihatlah dari dalam. Jangan dari luar. 

Saya ke sirkuit Mandalika, Lombok, hari Minggu pagi kemarin. Awalnya sekadar ingin tahu. Dua kali diselenggarakan MotoGP di Mandalika saya tidak ikut nonton. Saya hanya mengikutinya dari media.

Maka ketika harus ke Lombok saya pilih bermalam di hotel baru dekat sirkuit: Hotel Pullman. Indah. Menghadap Pantai Kuta. Persis di sebelah Novotel –hotel perintis di Mandalika: dibangun sekitar 30 tahun lalu –ketika Kuta belum punya nama Mandalika. Tentu saya juga pernah bermalam di Novotel. Di salah satu cottage-nya yang sangat nyaman.

Pagi-pagi saya senam di pantai Pullman. Sendirian. Satu jam. Sambil menunggu penerbangan siang saya minta diantar ke sirkuit.

Dari luar sirkuit ini sangat tidak menarik. Pagar kelilingnya itu lho! Seperti pagar untuk tanah yang tidak kunjung dibangun. Terbuat dari lempengan-lempengan beton kusam. Saya pikir di dalam pagar itu tanah yang akan dibangun suatu proyek yang tertunda. 

Bagaimana bisa pagar jenis ini yang dipilih untuk menyembunyikan sirkuit dari jalan raya. Padahal ini sirkuit kelas dunia. Ini seperti daging wagyu yang dibungkus kertas koran bekas.

BACA JUGA:Bang Ken: Kerudung Miliki Makna Simbolis Tentang Identitas Perempuan Indonesia

BACA JUGA:Profil Drs. Alex Periyansyah. M. M Sosok Terpilih Jadi Inspektur Upacara HUT Provinsi Bengkulu Ke-55

Mungkin supaya murah. Pengerjaannya cepat. Atau itu memang pagar proyek. Ketika proyeknya sudah jadi pagarnya lupa diganti. 

Pagar kusam ini begitu panjang. Mencolok –jeleknya. Tidak cocok dengan nama besar sirkuit Mandalika. Tentu bukan karena lupa. Tidak mungkin lupa selama dua tahun. 

Mungkin soal biaya.

Sirkuit ini tidak punya penghasilan yang cukup. Acara besar MotoGP hanya sekali setahun. Itu pun tidak bisa untung.

Ini memang proyek prestisius. Bukan proyek komersial. Dan pagar keliling itu membuat prestisiusnya Mandalika jatuh.

Di saat balapan mungkin pagar kusam itu tidak terlihat. Bisa saja tertutup dengan hiruk pikuk. Tapi bagi turis sepanjang tahun pagar itu bisa disebut anti-pariwisata.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan