Inilah Kisah Ravidho Jadi Doktor Termuda UGM dengan IPK 4
Ravidho Ramadhan, doktor termuda dan tercepat UGM, lulus usia 26 tahund engan IPK 4.00--UGM--
JAKARTA, DISWAY.ID - Ravidho Ramadhan, mahasiswa pascasarjana dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mencetak sejarah membanggakan. Pasalnya, Ravidho Ramadhan menjadi lulusan doktoral termuda dan tercepat yang lulus dari UGM pada usia 26 tahun.
Seperti dikutip dari laman DISWAY.ID, mahasiswa FMIPA UGM tersebut bisa meraih Indeks Penilaian Kumulatif (IPK) sempurnya, 4.00.
Ia mengakhiri pendidikan melalui penelitian berjudul Validasi dan Pemanfaatan Data Satelit Global Precipitation Measurement untuk Analisis Curah Hujan dan Bencana Hidrometeorologi di Indonesia yang dibimbing oleh Dr. rer. nat. Wiwit Suryanto (Promotor), Prof. Sholihun (Co-Promotor), dan Prof. Marzuki (Co-Promotor).
Pria kelahiran Teluk Balengkong, Indragiri Hilir, Riau tahun 1998 ini akkhirnya menjalankan wisuda pada Rabu, 24 Juli 2024 di Grha Sabha Pramana UGM. Jalan panjang dilalui Ravidho yang berasal dari Desa Tunggal Rahayu Jaya, Riau yang memiliki keterbatasan akses listrik.
BACA JUGA:Ini Syaratnya, Kemendikbudristek Buka Program Wirausaha Merdeka 2024
BACA JUGA:Pertama Kali, Bendera Pusaka Merah Putih Keluar dari Jakarta
Pada pendidikan dasar hingga menengah, ia jalani layaknya teman-teman sebayanya.
“Saya menyelesaikan Pendidikan S1 dan S2 pada Jurusan Fisika Universitas Andalas melalui program Fast Track, sehingga dapat menyelesaikan studi S1 dan S2 selama 5 tahun,” ungkap Ravidho pada keterangan tertulis, 9 Agustus 2024.
Memasuki jenjang S2, ia memilih berfokus pada analisis variabilitas struktur vertikal curah hujan di Sumatera menggunakan data pengamatan permukaan dan satelit.
Setelah tamat jenjang S2, Ravidho tertarik melanjutkan kuliah S3 Fisika di UGM setelah mendapatkan penawaran program By Research yang fleksibel sehingga memungkinkannya tetap bekerja sebagai asisten riset di Universitas Andalas.
Ditambah lagi, ia menemukan promotor yang mendukung penelitiannya di bidang fisika atmosfer.
Menurutnya, minat terhadap bidang ini di Indonesia menurun akibat rendahnya daya serap di dunia kerja. Hal ini memicu para penggiat fisika untuk lebih kreatif dalam mengaplikasikan ilmu fisika agar bermanfaat bagi masyarakat.
BACA JUGA:Ini Ide Lomba 17 Agustus 2024 yang Unik-Lucu
BACA JUGA:Program Makan Bergizi Gratis Sudah Termasuk Sarapan dan Makan Siang