Kholilullah (Kekasih Allah)
M. Sururi, M.H.I--
Khatib : M. Sururi, S.Th.I., M.H.I (Ketua APRI Kota Bengkulu)
Disampaikan di : Masjid Besar Al-Amin, Jalan RE Martadinata Kelurahan Kandang, Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu
Jamaah rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang Allah anugerahkan kepada kita. Selain itu, mari kita jangan lupa memperbanyak membaca shalawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad. Shalawat adalah jalan untuk mendapatkan syafaatnya di hari kiamat.
Beberapa nabi terkenal dengan gelar tertentu, yang menyiratkan kedekatan mereka dengan Allah. Misalnya Nabi Musa, terkenal dengan gelar al-Kalim atau Kalimullah. Gelar-gelar di atas berkait erat dengan proses dakwah yang dilakukan oleh para nabi di atas. Di balik gelar al-Kalimnya Nabi Musa, ada kisah komunikasi yang istimewa antara Nabi Musa dan Allah.
Tak terkecuali Nabi Ibrahim. Nabi yang terkenal dengan berbagai kisah perjalanan dan perjuangannya dalam mengenalkan Allah ini memiliki gelar al-Khalil atau Khalilullah.
Dalam bahasa Indonesia, al-Khalil atau Khalilullah dekat dengan makna sang kekasih atau kekasih Allah. Tentu tak mengherankan, Nabi Ibrahim memang pantas menyandang gelar itu. Tapi, adakah peristiwa spesifik yang melatar belakangi gelar al-Khalil Nabi Ibrahim?
Dalam kitab nasoihul ibad diterangkan :
“Apakah yang menyebabkan Allah menjadikan engkau (Kholilullah) kekasih-Nya?” Nabi Ibrahim menjawab: “Sebab tigal hal: yaitu, saya memilih urusan Allah ketimbang urusan yang lain, saya tidak pernah gundah terhadap apa-apa yang telah ditangungoleh Allah untukku dan saya tidak pernah makan malam maupun makan siang melainkan bersama tamu.”
1. Memilih urusan Allah
Nabi Ibrahim `alaihis salam dikenal sebagai salah satu ulul azmi (nabi dengan keteguhan luar biasa), karena selalu mendahulukan urusan Allah di atas segala hal, meskipun itu bertentangan dengan kepentingan pribadi atau perasaan manusiawi.
Beliau rela mengorbankan harta, tahta, bahkan nyawa agar terlaksananya urusan Allah dengan baik. Dalam riwayat kita dapat beliau berani menghancurkan berhala kaumnya meski berisiko dibakar hidup-hidup, Ia meninggalkan tempat kelahiran dan kaumnya demi menjaga tauhid, karena Allah memerintahkan untuk hijrah. Beliau rela meninggalkan istri dan anaknya di lembah yang tidak berpenghuni (QS. Ibrahim: 37). Keyakinannya bahwa Allah akan memelihara mereka mendahului rasa cinta duniawi. Puncak bukti bahwa Ibrahim mendahulukan Allah yaitu rela menyembelih anaknya meskipun amat mencintai putra yang lama dinantikannya, beliau siap melaksanakan perintah Allah.