Prihatin, Forum Dosen Hukum Pidana Indonesia Desak RKUHAP 2025 Transparan dan Partisipatif

Forum Dosen Hukum Pidana Indonesia Desak RKUHAP 2025 Transparan dan Partisipatif--
RADAR BENGKULU, JAKARTA - Forum Dosen Hukum Pidana Indonesia menyatakan sikap prihatin atas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) 2025.
Seperti dikutip dari laman disway.id, organisasi yang beranggotakan para Guru Besar dan Dosen Hukum Pidana di Indonesia tersebut menuntut supaya proses pembahasan berlangsung transparan dan partisipatif.
"Presiden RI dan DPR RI menghentikan pembahasan RKUHAP 2025 dan mengembalikannya ke proses yang transparan, dan partisipatif, serta berbasis bukti dan penelitian, sejalan dengan prinsip negara hukum," kata mereka dalam keterangan tertulis dikutip Sabtu, 19 Juli 2025.
Menurut para guru besar, RKUHAP saat ini tidak mencerminkan semangat reformasi hukum pidana, serta berpotensi menjadi langkah mundur yang memperkuat kekuasaan koersif aparat pegak hukum, dan mengabaikan prinsip-prinsip keadilan prosedural.
"Kami juga mencermati bahwa proses pembahasan RKUHAP berlangsung dengan minim partisipasi publik yang bermakna," tuturnya.
BACA JUGA:FKUB Garda Terdepan Menjaga Persatuan Umat Beragama
BACA JUGA:Sekda Bengkulu Utara Lepas 14 Peserta Jambore Pemuda Daerah
Mereka ini menilai bahwa DPR dan Pemerintah hanya mendengar sebagian kecil kelompok secara selektif, sementara kelompok paling terdampak tidak diberi ruang untuk menyampaikan pandangan dan pengalamannya.
"Padahal, partisipasi masyarakat secara bermakna adalah syarat konstitusional sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020," tegasnya.
Dengan begitu, kata mereka, RKUHAP mengabaikan prinsip dan melakukan pelanggaran terhadap keterbukaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
"Penyusunan ulang RKUHAP secara substansial, dengan melibatkan perguruan tinggi, akademisi, LBH, NGO, korban, serta lembaga independen seperti Komnas HAM, KY, Komnas Perempuan, LPSK, dan Ombudsman," imbuhnya.
Dengan melibahtan tenaga ahli dalam penyusunan Daftar Inventarisasi Msalah (DIM) oleh Pemerintah hanya dijadikan pelengkap administratif dan simbol legitimasi, bukan mitra subtantif dalam pembahasan.
"Para akademisi tidak benar-benar dilibatkan secara mendalam dalam proses perumusan norma, dan hanya diberikan informasi perkembangan dokumen DIM secara terbatas dan sepihak. Ini menunjukkan bahwa masukan akademik hanya difungsikan sebagai formalitas, bukan sebagai landasan ilmiah dan normatif dalam pembentukan hukum," jelasnya.
Adapun, RKUHAP 2025 juga mengandung risiko implementasi serius. Dalam Pasal 332–334, RKUHAP ditetapkan mulai berlaku 2 Januari 2026, sementara peraturan pelaksananya baru akan disusun setelahnya.