Karam Darat

Revenue stream yang sudah berjalan-poto ilustrasi-

Epilog

 

Kelak, ketika sejarah mencatat era transformasi BUMN Indonesia, kasus ASDP akan menjadi footnote yang menarik: bagaimana negara yang menuntut BUMN-nya mencari keuntungan untuk menyubsidi misi sosial, kemudian menghukum mereka yang berusaha melakukannya dengan strategi bisnis yang agresif.

 

Para direksi ASDP mungkin adalah korban dari sistem yang schizophrenic: terlalu menuntut BUMN untuk profitable sambil menjalankan beban sosial, tapi terlalu curiga dengan setiap langkah strategis yang diperlukan untuk mencapai target tersebut.

 

Mereka seperti nakhoda yang diminta berlayar cepat sambil menarik perahu bocor, tapi kemudian disalahkan ketika memilih kapal yang lebih powerful untuk misinya.

 

Akuisisi PT Jembatan Nusantara—dengan segala kontroversi valuasinya—sebenarnya adalah contoh thinking outside the box, dalam konteks BUMN yang terjebak regulasi kaku.

 

Alih-alih membeli kapal kosong yang butuh bertahun-tahun untuk operasional, mereka memilih akuisisi perusahaan yang sudah siap menghasilkan revenue hari itu juga. Dalam dunia startup, ini disebut "buying traction." Dalam konteks BUMN Indonesia, ini disebut "dugaan korupsi."

 

Pertanyaannya kini: sanggupkah kita menciptakan sistem yang membedakan antara korupsi sesungguhnya dengan strategic business risk-taking?

 

Bisakah kita memahami bahwa membayar premium untuk aset yang sudah produktif adalah hal wajar dalam dunia bisnis, bukan otomatis mark-up koruptif?

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan