Warga Adat Serawai Gelar Ritual Tolak Klaim PTPN VII, Desak Pembebasan Anton dan Kayun

Warga Adat Serawai Gelar Ritual Tolak Klaim PTPN VII-Windi/RADAR BENGKULU-
Selain menuntut pengembalian tanah adat, warga Serawai juga mendesak pembebasan Anton, seorang pelajar SMKN 3 Seluma, dan kakaknya, Kayun, yang ditahan atas tuduhan mencuri sawit milik PTPN VII. "Apa yang dicuri? Kalau pohonnya tumbuh di atas tanah kami sendiri. Ini jahat sekali. Apalagi kalau sampai diputuskan bahwa anak-anak kami mencuri di tanah neneknya sendiri," kata Zemi Sipantri, Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tana Serawai.
Zemi menilai tuduhan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi dan intimidasi terhadap masyarakat adat. "Sejak tahun 1987, ribuan hektar tanah di Seluma sudah diberikan negara kepada perusahaan tanpa persetujuan masyarakat adat. Nenek-nenek kami diusir, dan kini kami, para cucunya, yang mengurus tanah leluhur malah dibilang penjahat," ujarnya.
Ketua Pengurus Harian Wilayah AMAN Bengkulu, Fahmi Arisandi, menyebut konflik di Pering Baru sebagai masalah laten yang terus berulang akibat kurangnya itikad baik pemerintah dalam menyelesaikannya. "Seluma sudah memiliki Perda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat. Ini seharusnya bisa menjadi instrumen penyelesaian. Jangan cuma diam. Perusahaan juga harus menghormati hak masyarakat adat," tegas Fahmi.
BACA JUGA:Warga Antusias, Gubernur Bengkulu Luncurkan Pemeriksaan Kesehatan Gratis di Rejang Lebong
BACA JUGA:Gubernur Bengkulu Janjikan Bantuan Untuk Rekonstruksi Rumah Warga Rindu Hati
Fahmi mengingatkan penegak hukum dan pemerintah untuk berpegang pada ketentuan yang telah dirumuskan terkait keberadaan masyarakat adat. "Mengapa sampai ada ritual itu? Karena itulah bentuk hukum di masyarakat adat. Mereka tidak mengenal penjara. Jadi, kalau sampai ada yang dihukum dengan penjara, saya pikir negara ini keterlaluan," ujarnya.
Warga Serawai mendesak Gubernur Bengkulu dan Presiden untuk segera turun tangan menyelesaikan konflik ini. Mereka menuntut pengembalian tanah adat, penghentian kriminalisasi, dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat.
"Kami mendesak gubernur atau presiden untuk memperhatikan nasib kami. Jangan biarkan konflik ini terus berlarut," kata Zemi.