Acara Buka Bersama dan Pergeseran Makna, Dari Reuni Teman Lama hingga Ajang Pamer

Buka bersama--
Menggelar ajang bukber pun bisa menimbulkan tekanan sosial tersendiri. Bagi sebagian orang, menyelenggarakan bukber bisa menjadi beban. Terutama jika lokasi dan biaya yang dibutuhkan cukup besar.
Selain itu, muncul juga perbedaan ekspektasi antara mereka yang ingin bukber sederhana dengan mereka yang lebih mengutamakan gengsi.
Dalam banyak kasus, diskusi mengenai tempat bukber bisa berlangsung lama. Karena adanya perbedaan preferensi antara memilih tempat yang nyaman dan terjangkau, atau yang lebih Instagrammable dan eksklusif.
Sebenarnya, bukber adalah tentang kebersamaan dan kebahagiaan sederhana dalam berbagi makanan dan cerita. Namun, ketika esensi itu mulai bergeser menjadi ajang pamer dan tekanan sosial, muncul pertanyaan: Apakah bukber masih murni tentang silaturahmi atau justru telah berubah menjadi simbol status sosial?
Sebagian besar orang mulai memilih alternatif lain. Seperti bukber sederhana di rumah atau berbuka puasa bersama orang-orang yang benar-benar dekat.
Ada juga yang lebih memilih berbagi makanan dengan mereka yang kurang mampu. Sebagai bentuk kepedulian di bulan suci.
Fenomena itu bukan berarti bukber harus dihindari. Melainkan perlu dikembalikan pada nilai awalnya. Bukber seharusnya menjadi ajang mempererat hubungan. Bukan sekadar pamer gaya hidup atau memenuhi ekspektasi sosial.
Mungkin saatnya bertanya kembali: apakah kita berkumpul karena ingin menjaga silaturahmi, atau hanya agar tidak ketinggalan tren? Pada akhirnya, bukber yang berarti bukan tentang seberapa mahal tempatnya. Tetapi seberapa hangat interaksi yang terjadi di dalamnya.(*)