Mengenal SPMB Domisili Pengganti PPDB Zonasi, Ini Perbedaannya

Mengenal SPMB Domisili Pengganti PPDB Zonasi, Ini Perbedaannya--
RADAR BENGKULU - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengumumkan jalur domisili akan menjadi pengganti dari jalur zonasi.
Seperti yang diketahui, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berubah nama menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Begitu pula dengan sejumlah kebijakan di dalam pelaksanaannya, termasuk zonasi.
Berbeda dengan zonasi yang mengacu pada alamat di Kartu Keluarga, jalur domisili mengukur kedekatan sekolah dengan rumah domisili.
"Jalur domisili diperuntukkan bagi calon murid yang berdomisili di dalam wilayah administratif yang ditetapkan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan prinsip mendekatkan domisili murid dengan satuan pendidikan," papar Mu'ti pada uji publik rancangan Permendikdasmen tentang SPMB di Jakarta, 30 Januari 2025.
Sehingga hal ini masih sejalan dengan semangat utama zonasi, yakni pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bermutu.
Pihaknya menilai pengalaman belajar di sekolah yang berdekatan dengan rumah memperkuat relasi sosial dengan teman sebaya sekaligus internalisasi nilai-nilai utama dan pranata sosial.
BACA JUGA: Ini Alasan Nabi Musa Membujuk Nabi Muhammad Minta Keringanan Kewajiban Shalat
BACA JUGA:293 Guru di Bengkulu Belum Terima TPG Penuh, Validasi Data Jadi Kendala Utama
Di sisi lain, tantangan dari jalur zonasi yang selama ini dilaksanakan adalah maraknya pemalsuan dokumen persyaratan, seperti menumpang KK.
Meski saat ini permendikdasmen tersebut belum final disahkan, pihaknya telah melakukan perhitungan serta kajian sehingga terdapat perubahan pada persentase siswa yang diterima pada jalur domisili.
"Yang baru, untuk SD semuanya sama, tidak ada perubahan. SMP itu yang berubah adalah persentase masing-masing jalur," tambahnya.
Jika sebelumnya jalur zonasi mengisi 50 persen pagu, kini pihaknya mengusulkan pengurangan menjadi 40 persen dari total daya tampung sekolah.
Dalam hal ini, pihaknya memperhatikan data dari tahun 2017-2023, yang mana jumlah siswa bersekolah di dekat rumah (desa/kelurahan sama atau bersebelahan) rata-rata sebesar 30-50 persen.