LPSK Tekankan Keadilan untuk Korban Kasus TPSK oleh Disabilitas di NTB

LPSK Tekankan Keadilan untuk Korban Kasus TPSK oleh Disabilitas di NTB-Ist-

Korban Ajukan Permohonan ke LPSK

 

Berdasarkan data LPSK, korban berinisial MA telah mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK pada 2 Desember 2024 melalui kuasa hukumnya. Dalam permohonannya, MA meminta bantuan ahli kepada Ketua LPSK dengan alasan dirinya adalah korban dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oleh terlapor bernama I Wayan Agus Suartama alias Agus. MA juga mengajukan restitusi atau ganti rugi kepada pelaku atas kasus tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukannya.

 

Kasus ini didasarkan pada Laporan Polisi Nomor: LP/B/166.a/X/2024/SPKT/POLDA NTB tanggal 7 Oktober 2024, yang saat ini sedang dalam tahap penyidikan oleh Subdit IV Ditreskrimum Polda NTB. Agus telah ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani tahanan rumah mengingat kondisinya sebagai penyandang disabilitas.

 

Dalam penyelidikan, Polda NTB telah mengantongi keterangan dari lima saksi kunci, termasuk teman korban dan penjaga homestay. Selain itu, bukti pendukung berupa hasil visum dan analisis dari ahli psikologi turut memperkuat proses hukum. Tersangka Agus diduga memanfaatkan kakinya untuk melakukan tindak kekerasan seksual terhadap korban. Agus menghadapi ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara sesuai Pasal 6 huruf c Undang-Undang TPKS.

 

Sri Nurherwati menegaskan bahwa keadilan adalah hak fundamental yang harus dinikmati oleh semua pihak, baik korban maupun pelaku. Ia menyerukan peran aktif masyarakat dalam mendukung proses hukum yang inklusif dan adil, tanpa prasangka yang dapat merugikan salah satu pihak. Menurutnya, pendekatan yang berimbang dan objektif adalah kunci untuk mengungkap kebenaran.

 

"Keadilan adalah hak bagi semua pihak. Dalam konteks ini, masyarakat memiliki tanggung jawab untuk mendukung proses hukum yang inklusif dan adil, tanpa prasangka yang merugikan korban maupun pelaku. Pendekatan yang berimbang adalah kunci untuk mengungkap kebenaran," ungkap Sri Nurherwati.

 

LPSK berharap agar kasus ini dapat menjadi pembelajaran penting dalam penanganan kekerasan seksual di Indonesia. Perlindungan terhadap korban dan pemberian akomodasi yang layak bagi pelaku sesuai prinsip keadilan dan hak asasi manusia harus menjadi prioritas dalam setiap langkah penegakan hukum.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan