RADAR BENGKULU – Penyebaran virus Septicaemia Epizootica (SE) atau yang dikenal sebagai wabah Ngorok semakin mengkhawatirkan peternak di Provinsi Bengkulu. Wabah ini telah menimbulkan kerugian besar di lima kabupaten, dengan taksiran kerugian mencapai Rp 23 miliar. Kerugian ini dihitung dari total 950 ekor sapi dan kerbau yang terkena dampak, baik yang mati, dimusnahkan, maupun yang dijual dengan harga murah akibat penyakit ini.
Menurut perhitungan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi Bengkulu, harga rata-rata seekor sapi atau kerbau di wilayah ini mencapai Rp 25 juta. Dengan perkiraan tersebut, kerugian yang dialami peternak terus membengkak.
“Bayangkan saja, jika seratus ekor mati, dikalikan harga saat ini yang mencapai Rp 25 juta per ekor, maka kerugiannya sangat besar,” kata Kepala Disnakeswan Bengkulu, M. Syarkawi, Kamis, 7 November 2024.
Namun, Syarkawi menegaskan, tidak ada kompensasi atau ganti rugi dari pemerintah bagi peternak yang terdampak wabah SE.
“Kalau untuk wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang dulu, memang ada kompensasi karena bersifat nasional. Tapi SE ini hanya lokal, jadi tidak ada ganti rugi untuk peternak,” ujarnya.
BACA JUGA:Ini Dia Hasil Survei Terkini Tentang Pasangan Calon Gubernur Bengkulu 2024
Pernyataan ini tentu membuat para peternak harus siap menghadapi kerugian tanpa bantuan langsung dari pemerintah. Kata Syarkawi, bermula di dua wilayah, yakni Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Kaur. Dari dua daerah tersebut, infeksi menyebar ke daerah lain, menyebabkan kepanikan di kalangan peternak yang khawatir ternak mereka akan ikut terdampak.
"Untuk kabupaten yang paling banyak ternak terpapar. Yakni Kabupaten Kaur dan Bengkulu Selatan. Karena, dari dua kabupaten ini awal penyebaran penyakit gorok," ujarnya.
Disnakeswan Bengkulu telah melakukan berbagai langkah, termasuk penyaluran vaksin, obat, antibiotik, dan vitamin bagi hewan ternak yang terdampak. Obat-obatan ini disediakan melalui stok Disnakeswan serta bantuan dari program Corporate Social Responsibility (CSR) sejumlah perusahaan di Bengkulu. Syarkawi menyampaikan, vaksin yang diterima dari pemerintah pusat sebanyak 3.000 dosis, langsung didistribusikan kepada peternak yang membutuhkan.
Namun, ketersediaan vaksin, antibiotik, dan obat-obatan saat ini masih jauh dari cukup untuk mengatasi skala penyebaran wabah.
BACA JUGA:Izda Putra: Rohidin Mersyah Pemimpin Visioner untuk Masa Depan Bengkulu
BACA JUGA:PT Bimex Mau Terlibat Penuh dalam Pengerukan Pelabuhan Pulau Baai
“Meski kita sudah menyalurkan obat dan antibiotik, jumlahnya tetap kurang. Ini mengingat banyaknya ternak yang sudah atau berpotensi terdampak. Untuk vaksin, kami hanya mendapat 3.000 dosis, dan itu belum cukup,” ujar Syarkawi.
Keterbatasan ini membuat Disnakeswan mengupayakan tambahan anggaran agar bisa mendatangkan vaksin dan obat yang lebih memadai. Melihat keterbatasan yang ada, Syarkawi mengungkapkan pihaknya telah melakukan pembicaraan dengan Komisi II DPRD Provinsi Bengkulu terkait rencana penganggaran vaksin tambahan.